REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, seharusnya pembukaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dimulai dari jenjang sekolah menengah pertama (SMP) hingga ke perguruan tinggi. Sebab, siswa-siswi di jenjang sekolah ini sudah divaksinasi dan perilakunya sudah terkontrol untuk memastikan penerapan protokol kesehatan (prokes) dilakukan dengan baik dan benar saat berada di sekolah.
"Perguruan tinggi belum dibuka, namun PAUD/TK dan SD malah sudah buka. Padahal anak PAUD/TK dan SD belum mendapatkan vaksin dan perilaku anak TK dan SD sulit dikontrol. Ini sangat berisiko," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti, saat dikonfirmasi, Senin (27/9).
Retno menyatakan hal itu, setelah KPAI kerap menemukan pelanggaran prokes saat melakukan pengawasan langsung terhadap PTM terbatas ke berbagai sekolah di sejumlah daerah. KPAI bahkan menemukan adanya sebagian guru dan siswa yang tidak bermasker saat berada di lingkungan sekolah.
"Pelanggaran prokes yang terutama adalah 3M, di antara masker yang diletakan di dagu, masker yang digantungkan di leher, tempat cuci tangan yang tidak disertai air mengalir dan sabun, bahkan ada sebagian guru dan siswa tidak bermasker saat berada di lingkungan sekolah," ujar Retno.
Retno juga mengatakan, berdasarkan pemantauan langsung pula, ada sekolah dasar (SD) yang memiliki tempat cuci tangan di setiap depan kelas. Namun, ketika diperhatikan, tak ada satu pun peserta didik dan pendidik yang mencuci tangan ketika tiba di sekolah. Mereka langsung masuk ke dalam sekolah.
"Saat KPAI datang dan duduk di dekat pintu gerbang sekolah, tak ada satu pun peserta didik dan pendidik yang mencuci tangan saat tiba di sekolah”, ungkap dia.