REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Selama pandemi Covid-19, satu dari tujuh pasien kanker di seluruh dunia telah melewatkan operasi yang berpotensi menyelamatkan nyawa. Ini mengacu pada studi yang dipimpin oleh para ahli dari Universitas Birmingham Inggris bekerja sama 5.000 ahli bedah dan anestesi dari seluruh dunia.
Para peneliti menganalisa data dari 15 jenis kanker paling umum dengan melibatkan 20 ribu pasien di 466 rumah sakit di 61 negara. Ke-15 jenis kanker yang dianalisis yaitu kolorektal, esofagus, lambung, kepala dan leher, dada, hati, pankreas, prostat, kandung kemih, ginjal, ginekologi, payudara, sarkoma jaringan lunak, dan intrakranial.
Penelitian yang dipublikasikan di The Lancet Oncology ini menemukan, banyak jadwal operasi kanker yang terpengaruh oleh berbagai kebijakan pembatasan selama pandemi Covid-19. Keadaan ini menempatkan pasien kanker di negara-negara berpenghasilan rendah pada risiko tinggi melewatkan jadwal operasinya.
Selama lockdown ketat, satu dari tujuh pasien (15 persen) tidak menjalani operasi yang direncanakan setelah rata-rata 5,3 bulan sejak diagnosis. Namun, selama setelah pembatasan dilonggarkan, tingkat non-operasi sangat rendah (0,6 persen).
"Penelitian kami mengungkap dampak lain dari lockdown pada pasien kanker yang menunggu jadwal operasi. Meski lockdown sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi penyebaran virus, memastikan kapasitas kamar operasi kanker yang aman harus menjadi bagian dari perhatian setiap negara," kata James Glasbey dari University of Birmingham.
Untuk mencegah bahaya berkelanjutan selama lockdown di masa depan, peneliti juga menekankan pentingnya mendesain tatalaksana kanker yang lebih baik selama pandemi.
“Kita juga harus memastikan ketersediaan ruang operasi dan menyediakan sumber daya yang cukup guna mengantisipasi lonjakan kasus di rumah sakit, entah itu Covid, flu atau atau keadaan darurat terkait kesehatan masyarakat lainnya," jelas Glasbey seperti dilansir dari Times Now News, Rabu (6/10).
Sementara itu, penelitian lain juga menemukan bukti bahwa pasien kanker mungkin berisiko lebih tinggi untuk kambuh."Untuk membantu mengurangi hal ini, ahli bedah dan dokter kanker harus mempertimbangkan tindak lanjut yang lebih cepat untuk pasien," kata Aneel Bhangu dari University of Birmingham.