REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Temuan mumi Cekurngan Tarim di barat laut China pada awal abad ke-20 telah menjadi misteri bagi para ilmuwan. Mumi ini memiliki badan tinggi, mengenakan topi wol dan sepatu bot kulit dan beberapa berambut pirang. Ciri-ciri ini seolah menunjukkan bahwa mereka adalah orang asing dari negeri asing.
Kini, ilmuwan menemukan petunjuk siapa sebenarnya mumi-mumi ini. Dilansir dari science.org pada Kamis (28/10), analisis DNA mumi menemukan bahwa mereka adalah penduduk asli setempat.
Mereka tampaknya merupakan peninggalan dari populasi kuno yang menghilang di Eurasia setelah zaman es terakhir yang merupakan nenek moyang masyarakat adat yang tinggal di Siberia dan Amerika saat ini.
"Sungguh luar biasa mengetahui bahwa mumi-mumi ini adalah orang Asia lokal. Sejujurnya, satu terlihat seperti nenek saya dengan struktur tulang yang sangat elegan," kata Arkeolog di Universitas Sydney Alison Betts.
Banyak teori
Para antropolog telah melontarkan banyak teori tentang mumi Cekungan Tarim. Salah satunya adalah bahwa mereka merupakan keturunan penggembala nomaden Yamnaya dan Afanasievo dari stepa wilayah Laut Hitam Rusia.
Mumi-mumi itu ditemukan di perahu kayu yang ditutupi dengan kulit sapi dan dihiasi dengan tengkorak sapi bertanduk. Hipotesis lain adalah bahwa mereka adalah keturunan petani yang bermigrasi dari oasis gurun Baktria atau yang sekarang disebut Afghanistan, Turkmenistan dan Uzbekistan modern berdasarkan pada kesamaan sistem pertanian dan irigasi.
Kedua gagasan tersebut menunjukkan bahwa orang-orang ini membawa Tocharian, cabang bahasa Indo-Eropa yang telah punah ke wilayah tersebut. Untuk menguji hipotesis ini, antropolog molekuler Yinqiu Cui dari Universitas Jilin mengorganisir tim internasional untuk menganalisis DNA di seluruh genom dari 13 mumi tertua yang ditemukan di situs seperti Xiaohe dan Gumugou di Cekungan Tarim, yang berasal dari 4100 hingga 3700 tahun yang lalu.