REPUBLIKA.CO.ID,
Katman/Mahasiswa Program S3 Universitas Pelita Harapan Jakarta
Jalan panjang kondisi pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh persoalan aksesibilitas, hasil belajar murid, dan pemerataan kualitas layanan. Kesenjangan ketiga isu tersebut semakin lebar pada dua tahun terakhir ketika dunia dalam cengkeraman pandemi Covid-19. Bercermin dari realita tanggapan dunia pendidikan terhadap problematik terkait dampak pandemi covid 19, perubahan dunia global dan perkembangan teknologi digital layak menjadi momentum untuk akselerasi dan adaptasi kepemimpinan Pendidikan.
Pembiasaan cara belajar baru berkembang dengan cepat, dan pada saatnya akan menjadi budaya masyarakat. Kecepatan dan ketepatan respon terhadap dinamika tersebut sangat ditentukan oleh sosok pemimpin.
Kepemimpinan pendidikan merupakan salah satu faktor kunci gemilangnya pencapaian hasil belajar murid. Kinerja suatu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari kepemimpinan dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan memengaruhi suatu situasi tertentu. Menurut Fiedler (Fiedler:1967), kepemimpinan yang efektif akan terjadi jika seorang pemimpin mau belajar menjadi pemimpin yang baik dan peka dalam mengadaptasi perubahan yang terjadi.
Sebelum kondisi pandemi melanda, pemerintah telah mengidentifikasi beberapa konsep untuk mengatasi persoalan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pertama, capaian belajar diarahkan untuk membentuk kemandirian murid dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kedua, memperkecil kesenjangan layanan pendidikan antar status sosial ekonomi, kondisi geografis dan gender. Ketiga, peningkatan kompetensi dan peran guru dalam pengembangan pembelajaran serta pendampingan.
Keempat, proses pembelajaran berorientasi kepada minat, bakat dan tingkat capaian belajar murid. Kelima, digitalisasi pengelolaan sumber daya sekolah. Konsep perubahan tersebut dibangun melalui Program Sekolah Penggerak.
Program Sekolah Penggerak, yang mencakup satuan pendidikan jenjang PAUD, SD, SMP, SMA dan SLB, bertujuan untuk menjadi katalisator transformasi pendidikan, sehingga dalam jangka waktu tertentu kinerjanya akan meningkat satu level lebih tinggi.
Sebagai program yang dijalankan secara kolaboratif, intervensi program tersebut juga ditujukan kepada pemangku kepentingan di daerah melalui pengembangan program kemitraan dan pendampingan. Sebagaimana tertuang di dalam naskah akademik yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Tehnologi (Kemendikbudristek), Roger mengungkapkan bahwa Program Sekolah Penggerak dijalankan dalam bentuk intervensi kebijakan dan program peningkatan mutu pendidikan.
Menurutnya, sebuah perubahan terdiri atas tiga fase kegiatan, yaitu scale out, scale up, dan scale deep. Lebih lanjut, teori tersebut dijabarkan sebagai strategi replikasi program, sebagaimana dikemukakan oleh Riddell dan Moore (2015).
Upaya peningkatan mutu pendidikan sebagai proses panjang telah dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk dan mekanisme yang berbeda-beda. Pengembangan Program Sekolah Penggerak merujuk kepada pengalaman penyelenggaraan program sekolah sebelumnya, yaitu Sekolah Standar Nasional, Sekolah Berstandar Internasional, Rintisan Sekolah Berstandar Internasional, Sekolah Rujukan dan Sekolah Model. Pemerintah mengklaim bahwa Program Sekolah Penggerak merupakan transformasi dari program sebelumnya.