REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Purwiyatno Hariyadi, PhD meyakini tren pangan 2022 akan tetap penuh cita rasa. Menumbuhkan cita rasa ini sendiri, tak lepas dari penggunaan MSG.
Namun, di masyarakat santer terdengar bahwa penggunaan MSG pada makanan dapat membahayakan kesehatan seseorang, tetapi pernyataan itu diluruskan olehnya yang menyebutkan MSG aman untuk dikonsumsi sehari-hari.
“MSG aman atau tidak sih? Sebetulnya dari sisi kajian itu sudah lama dikaji. Sejak tahun 1988, melalui peratutan no.23 MSG dinyatakan aman dikonsumsi sebagai bahan penguat rasa, dengan penggunaan secukupnya dan tidak berlebihan," kata dia di acara webinar Tren Pangan 2022 Bersama MNG, seperti dalam keterangan tertulis pada Ahad (5/12).
Kegiatan webinar ini diselemggarakan oleh Persatuan Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia (P2MI) yang beranggotakan Ajinomoto, Miwon, dan Sasa. Kegiatan ini bertemakam Tren Pangan 2022 Bersama MNG-mononatrium glutamat (Menjadikan Menu Rasa Baru Nan Otentik Kesukaan Milenial dan Keluarga). Penyelenggaraan kali ini ditujukan untuk mengetahui lebih dalam terkait bagaimana tren pangan makanan 2022, yang sesuai dengan generasi milenial dan keluarga.
Profesor Purwiyatno menjelaskan, Peraturan menteri kesehatan-Permenkes tahun 1988 telah diperbarui menjadi Permenkes Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dengan isi yang sama yaitu menyatakan bahwa MSG aman dikonsumsi sebagai bahan penguat rasa Umami.
Tidak heran, dengan penggunaan MSG di masa pandemi seperti sekarang ini banyak orang berinovasi membuat makanan sendiri di rumah maupun untuk berwirausaha. Hal itu karena MSG disebut dapat memberi cita rasa kenikmatan imami yg lezat.
“Cita rasa atau kenikmatan dalam pangan itu penting membangun rasa happy atau senang dan juga mood booster saat mengonsumsi sesuatu. Ini juga penting berkenaan dengan kesehatan mental,” ujar Prof. Pur.
Profesor Purwiyatno menyatakan, asupan makanan tentu menjadi hal yang penting bagi masyarakat saat ini, khususnya ditengah pandemi Covid-19. Hal ini juga tak lepas dari kebiasaan generasi milenial yang hobi dan mencoba mengkonsumsi berbagai makanan baru.
Menurut dia, diperlukan inovasi terkait asupan makanan diantaranya yang memberikan jaminan keamanan, memaksimumkan unsur yang diinginkan, serta meminimalkan unsur yang tidak diinginkan.
"Karena pada dasarnya, nilai pangan itu dilihat dari sejauh mana keamanan pangan tersebut aman terhadap kita yang mengkonsumsinya baik secara jasmani dan rohani. Oleh karenanya diperlu inovasi untuk Flavor Tekstur, Sensori, Cita-Rasa, Kenampakan, Lokalitas, Gizi, Home Cooking, Lingkungan atau unsur yang diinginkan. Serta meminimalkan unsur yang tak diinginkan diantanya fungsionalitas, waktu persiapan, dan kompleksitas Harga", kata Profesor Purwiyatno.
Ia juga menjelaskan betapa pentingnya berinovasi bahan pangan yakni pada bahan (bahan baku, bahan tambahan, zat gizi, bahan fungsional) yang digunakan dalam kegiatan produksi pangan dengan berbagai tujuan. Salah satunya adalah bumbu pembangun rasa dasar yaitu manis, asam, asin, pahit, umami.
"Salah satunya adalah MSG (MNG) dan bumbu/bahan umami lainnya yang mampu memberikan cita rasa dan turut memberikan kecukupan asupan pada orang yang memakannya. Melalui penelitian yang sahih asupan natrium/Sodium dari garam dapur dapat dikurangi sebesar sekitar 30% dengan penambahan sedikit MSG, yang mana hal itu sama sekali tidak mempengaruhi tingkat kesukaan," ujar dia.
Lebih lanjut Profesor Purwiyatno Hariyadi menegaskan asupan gizi dari pangan yang baik dan cukup sangat penting untuk kesehatan. Hal ini dapat dipenuhi melalui kecukupan asupan ditambah citarasa pangan pangan itu sendiri. "Terutama pada saat sistem kekebalan tubuh diperlukan untuk melawan Covid-19," ucapnya.
Ditengah diskusi yang sama, Ketua Bidang Komunikasi P2MI (Persatuan Pabrik Monosodium Glutamate dan Glutamic Acid Indonesia) Satria Gentur Pinandita, menjelaskan kehadiran asosiasinya adalah untuk memberikan informasi yang benar dan faktual tentang MSG dan turunannya kepada masyarakat dan instansi terkait.
"Hingga saat ini pemberitaan atau artikel terkait MSG yang berintonasi negatif masih kerap muncul. Surat tanggapan dari tahun ke tahun makin menurun publikasinya. Per tahun 2021, efektifitasnya hanya 6%. Performa yang bagus di tahun 2018, karena memang nama asosiasi baru muncul dan media banyak yang memberitakan. Oleh karenannya kedepan P2MI akan lebih proaktif menyebarkan informasi melalui asset sendiri. Kami akan lebih sering bersosialisasi dan mengedukasi," kata dia.