REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menyatakan dirinya menilai rencana mogok nasional buruh Pertamina menggunakan narasi pemotongan gaji karyawan serta masalah hubungan industrial adalah narasi absurd dan tuduhan yang prematur.
Hal itu berdasarkan hasil klarifikasi yang sudah dilakukannya. Menurut Deddy, isu pemotongan gaji karyawan Pertamina dan masalah hubungan industrial hanyalah pengalihan isu yang dibuat oleh elite Serikat Pekerja Pertamina.
“Saya meyakini bahwa tujuan utama dari elite serikat pekerja itu adalah menjatuhkan Direktur Utama dan menyandera Pertamina dihadapan publik”, ungkap Deddy dalam keterangannya kepada media, Kamis (23/12).
“Isu pemotongan gaji karyawan itu terlalu prematur dan absurd,” Deddy kembali menegaskan.
Sebagai mitra kerja di DPR, Deddy mengaku telah meminta keterangan tentang isu tersebut kepada jajaran terkait di Pertamina. Menurutnya, masalah pemotongan gaji itu baru sebatas wacana dan merupakan hasil survey internal terhadap karyawan Pertamina sendiri.
Dimana mayoritas karyawan setuju untuk bergantian melakukan aktivitas dari rumah (WFH) dan bekerja dari kantor (WFO). Bagian terbesar karyawan yang melakukan fungsi-fungsi administratif yang dapat dilakukan di luar kantor atau dari rumah, justru merasa metode WFH dapat meningkatkan kualitas hidup dan kinerja mereka.
Sedangkan untuk karyawan dengan fungsi manajerial, operasional dan pelayanan publik, tetap berlaku kebijakan bekerja di kantor.
Diskusi yang berkembang di internal Pertamina adalah diperlukan mekanisme keadilan antara mereka yang boleh bekerja dari rumah dengan karyawan yang harus tetap bekerja dari kantor yang lebih beresiko.
Itupun, kata dia, opsi pemotongan gajinya sangat tidak siqnifikan, berkisar 1,5 - 3 persen. Dan ini dimaksudkan sebagai cara menghadirkan keadilan bagi seluruh karyawan, ujar pria kelahiran Pematang Siantar itu.
Lebih jauh, Deddy mengatakan wacana pemotongan gaji tersebut tidaklah pantas menjadi persoalan. Gaji karyawan Pertamina itu sangat tinggi, bisa mandapatkan 20 kali Take Home Pay atau setara dengan 39 kali gaji pokok, ungkap Anggota DPR RI dari Kalimantan Utara ini.
Ambil contoh, kata Deddy, Arie Gumilar yang menjadi Ketua FSPPB dengan jabatan Manager Innovation & Improvement PT. Kilang Pertamina dengan gaji mencapai hampir Rp 70 juta perbulan dan dalam setahun berpenghasilan di atas Rp1 Milyar.
“Jika dia ingin bekerja dari rumah, maka hanya akan dipotong sekitar Rp 2 jt per bulan. Dan dia pun bebas memilih mau bekerja dari rumah atau sepenuhnya di kantor. Jadi menurut saya disamping prematur karena masih dalam pembahasan, isu ini hanyalah pengalihan dari hasrat elite tertentu di dalam tubuh SP Pertamina yang harus dipertanyakan,” beber Deddy.
“Jangan sampai seluruh karyawan Pertamina dijadikan tunggangan untuk menyukseskan agenda politis tertentu para elitenya,” kata Deddy.