REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Infeksi SARS-CoV-2 dapat meninggalkan antibodi di dalam tubuh penderita Covid-19 yang bisa menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri hingga berbulan-bulan setelah pemulihan. Dampak ini juga bisa ditemukan pada kasus Covid-19 bergejala ringan.
Temuan ini diungkapkan dalam studi terbaru yang dimuat dalam Journal of Translational Medicine. Antibodi yang menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri ini dikenal sebagai autoantibodi.
Sebelumnya, studi telah menemukan bahwa kasus Covid-19 bergejala berat bisa menghasilkan autoantibodi. Melalui studi terbaru ini, ilmuwan dari Cedars-Sinai melihat bahwa autoantibodi juga bisa terbentuk pada kasus Covid-19 yang tidak berat. Keberadaan autoantibodi ini masih terlihat hingga enam bulan setelah pemulihan.
"Temuan ini membantu memberikan pemahaman mengenai apa yang membuat penyakit Covid-19 unik," jelas peneliti dari Smidt Heart Institute di Cedars-Sinai Justyna Fert-Bober, seperti dilansir di WebMD, beberapa waktu lalu.
Dalam studi ini, tim peneliti mengambil sampel darah dari 177 pasien Covid-19 yang belum vaksinasi. Sampel tersebut dibandingkan dengan sampel darah dari orang sehat yang diambil sebelum pandemi. Semua yang terinfeksi Covid-19 memiliki kadar autoantibodi yang lebih tinggi.
"Kami menemukan sinyal aktivias autoantibodi yang biasanya berkaitan denagn inflamasi kronis dan cedera yang melibatkan sistem organ dan jaringan spesifik, seperti sendi, kulit, dan sistem saraf," jawab Direktur Institute for Research on Healthy Aging Susan Cheng MD.
Autoantibodi sebenarnya paling sering ditemukan pada kasus penyakit autoimun. Penyakit autoimun sendiri lebih sering mengenai perempuan dibandingkan laki-laki. Namun peningkatan autoantibodi terkait Covid-19 lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Oleh karena itu, temuan ini di satu sisi dinilai seperti sebuah paradoks karena masalah autoimun lebih banyak dialami perempuan. Di sisi lain, temuan ini cukup bisa diprediksi mengingat laki-laki cenderung lebih rentang ntuk mengalami Covid-19 bergejala berat.
Tim peneliti akan melakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui apakah autoantibodi ini juga ditemukan pada orang yang mengalami masalah long Covid. Mereka juga ingin mempelajari keberadaan autoantibodi pada kasus breakthrough infection di mana orang yang sudah divaksinasi terkena Covid-19.