Senin 21 Feb 2022 18:55 WIB

Ratusan Bahan Kimia Larut di Dalam Air Kemasan Botol Plastik

Penelitian ingatkan untuk lebih waspada minum dari air dalam kemasan botol plastik.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Penelitian ingatkan untuk lebih waspada minum dari air dalam kemasan botol plastik.
Foto: Needpix
Penelitian ingatkan untuk lebih waspada minum dari air dalam kemasan botol plastik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minum di botol plastik sudah menjadi kebiasaan umum hingga saat ini. Namum, penelitian baru menunjukan ada hal yang patut diwaspadai dari kebiasaan tersebut.

Para ilmuwan telah menemukan ratusan bahan kimia yang dapat larut ke dalam air minum dari botol plastik lunak. Penelitian baru-baru ini telah meningkatkan kewaspadaan atas potensi dampak kesehatan dari mengonsumsi air dari botol plastik. Para ahli prihatin dengan bahan kimia yang dapat larut ke dalam cairan dengan dampak yang tidak diketahui pada kesehatan manusia. 

Baca Juga

Sebuah studi baru telah menemukan fenomena ini sehubungan dengan botol yang dapat digunakan kembali. Temuan mengungkapkan bahwa botol plastik ini bisa melepaskan ratusan bahan kimia ke dalam air dan bahkan memasukkannya ke dalam mesin pencuci piring merupakan ide yang buruk.

Penelitian dilakukan oleh para peneliti University of Copenhagen dan berfokus pada jenis botol lunak atau keras yang digunakan dalam olahraga. Meskipun ini sangat umum di seluruh dunia, penulis mengatakan ada kesenjangan besar dalam pengetahuan tentang bagaimana bahan kimia dari plastik ini dapat bermigrasi ke air minum yang mereka pegang. Jadi, mereka melakukan eksperimen untuk mengisi beberapa bagian yang kosong.

Proses pelepasan bahan kimia ini berlaku bagi botol minuman baru maupun bekas yang diisi dengan air keran biasa dan dibiarkan selama 24 jam. Atau juga sebelum dan sesudah dimasukkan ke dalam siklus pencuci piring. Para ilmuwan menggunakan spektrometri massa dan kromatografi cair untuk menganalisis zat dalam cairan sebelum dan sesudah mesin cuci, dan juga setelah dibilas lima kali dengan air keran.

"Yang paling banyak dilepaskan (bahan kimia) setelah (masuk) mesin cuci adalah zat sabun dari permukaan," kata penulis pertama Selina Tisler, seperti dilansir dari News Atlas, Senin (21/2/2022). 

Sebagian besar bahan kimia yang berasal dari botol air itu sendiri tetap ada setelah mesin cuci dan pembilasan ekstra dilakukan. Zat paling beracun yang diidentifikasi sebenarnya datang setelah botol berada di mesin pencuci piring, mungkin karena mencuci membuat plastik menjadi rusak dan meningkatkan pencucian. 

Para ilmuwan menemukan lebih dari 400 zat berbeda dalam air yang berasal dari bahan plastik. Ada lebih dari 3.500 zat dari sabun pencuci piring. Sebagian besar adalah zat yang tidak diketahui dan belum diidentifikasi oleh para peneliti. Bahkan dari yang dapat diidentifikasi, toksisitas setidaknya 70 persen di antaranya tidak diketahui.

"Kami terkejut dengan banyaknya zat kimia yang kami temukan dalam air setelah 24 jam di dalam botol," kata penulis studi Jan H Christensen. 

Peneliti mengatakan ada ratusan zat di dalam air, termasuk zat yang belum pernah ditemukan dalam plastik, serta zat yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan. Setelah siklus pencucian piring, maka jumlahnya menjadi beberapa ribu.

Di antara zat yang ditemukan para ilmuwan melalui eksperimen mereka adalah inisiator foto, molekul yang diketahui memiliki efek toksik pada organisme, dengan potensi untuk bertindak sebagai karsinogen dan pengganggu endokrin. Mereka juga menemukan pelembut plastik, antioksidan dan zat pelepas yang digunakan dalam pembuatan plastik, bersama dengan Diethyltoluamide (DEET), zat aktif paling umum dalam pengusir nyamuk.

Para ilmuwan percaya bahwa hanya sejumlah kecil zat yang terdeteksi ditambahkan ke botol secara sengaja selama pembuatan. Sebagian besarnya kemungkinan terbentuk selama penggunaan atau produksi, di mana satu zat mungkin telah diubah menjadi zat lain, seperti pelembut plastik yang diduga diubah menjadi DEET saat terdegradasi.

"Tetapi bahkan dari zat yang diketahui yang sengaja ditambahkan oleh produsen, hanya sebagian kecil dari toksisitas yang telah dipelajari," kata Tisler. 

Jadi, sebagai konsumen, tidak tahu apakah ada yang lain yang memiliki efek merugikan pada kesehatan. Studi ini menambah semakin banyak penelitian tentang bagaimana manusia cenderung mengonsumsi bahan kimia dalam jumlah besar melalui interaksi dengan produk plastik, dan selanjutnya menggambarkan banyak hal yang tidak diketahui.

Christensen menambahkan sangat peduli dengan rendahnya tingkat pestisida dalam air minum. 

“Tetapi ketika menuangkan air ke dalam wadah untuk minum, kami tanpa ragu menambahkan ratusan atau ribuan zat ke dalam air,” kata dia.

Meskipun dia belum dapat mengatakan apakah zat dalam botol yang bisa digunakan kembali mempengaruhi kesehatan, dia tetap akan menggunakan gelas atau botol stainless steel berkualitas di masa mendatang. Penelitian ini dipublikasikan dalam Journal of Hazardous Materials.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement