REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada Selasa (22/2/2022) telah mengubah rekomendasinya tentang interval pemberian dosis pertama dan kedua vaksin Covid-19 dari Pfizer dan Moderna. Menurut CDC, sebagian orang harus mempertimbangkan untuk menunggu hingga delapan pekan alih-alih tiga hingga empat pekan seperti saran sebelumnya.
CDC mengatakan saran terbaru dikeluarkan atas penelitian yang menunjukkan bahwa interval yang lebih lama dapat memberi perlindungan yang lebih tahan lama terhadap virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Penelitian menunjukkan bahwa orang berusia 12 hingga 64 tahun, terutama dengan jenis kelamin laki-laki berusia 12 hingga 39 tahun, dapat mengambil manfaat dari jarak yang lebih panjang.
CDC menuturkan bahwa dengan menunggu lebih lama antara dosis satu dan dua, efek samping vaksinasi dapat diredam, di antaranya peradangan jantung. Meski demikian, saran terbaru CDC tidak berlaku untuk semua orang.
Jeda waktu antara dosis pertama dan kedua vaksin Covid-19 yang lebih pendek tetap direkomendasikan bagi mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Orang berusia 65 tahun ke atas dan memiliki risiko penyakit parah atau memiliki penyakit bawaan juga dikecualikan.
William Schaffner, seorang dokter yang juga ahli vaksin di Vanderbilt University menilai, saran tersebut masuk akal. Ia mengatakan, di awal pandemi, ada tekanan kuat untuk menerapkan jadwal vaksinasi seketat mungkin.
"Virus itu menyebar. Orang-orang sekarat. Kita ingin mendapatkan vaksin ke tangan mereka secepat mungkin," ujar Schaffner.