REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Januari lalu, laporan mengenai adanya varian "gabungan" delta dan omicron atau deltacron memicu perdebatan di antara para ilmuwan. Sebagian menilai, varian tersebut tidak nyata dan merupakan kesalahan laboratorium. Akan tetapi, saat ini keberadaan varian deltacron telah dikonfirmasi.
Konfirmasi mengenai keberadaan varian baru deltacron ini dikeluarkan setelah adanya beberapa laporan dari peneliti di berbagai belahan dunia. Ada total 39 kasus infeksi varian deltacron yang telah diunggah ke GISAID. Sebanyak 30 di antarnya berasal dari Prancis, delapan dari Denmark, dan satu dari Belanda.
Selain itu, sudah ada 41 pasien Covid-19 terinfeksi deltacron yang berhasil diidentifikasi di Amerika Serikat dan Eropa. Belum lama ini, Inggris mengonfirmasi keberadaan varian deltacron di negara tersebut, meski dalam jumlah yang sangat kecil.
Kemunculan varian deltacron di Inggris ini sejalan dengan mulai meningkatnya kasus Covid-19 yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Peningkatan ini dinilai berkaitan dengan mulai memudarnya imunitas yang dimiliki oleh kelompok lansia. Di samping itu, pengenduran restriksi juga dinilai berperan besar dalam terjadinya peningkatan kasus Covid-19 di Inggris.
"Kita mungkin akan terus melihat tingkat infeksi dan prevalensi yang tinggi pada satu dari 30 orang di masa mendatang," jelas pendiri dan ilmuwan dari ZOE Profesor Tim Spector, seperti dilansir The Sun, Jumat (11/3/2022).
Ilmuwan dari Institut Hospitalo-Universitaire en Maladies Infectieuses de Marseille, Philippe Colson, telah melaporkan tiga kasus varian Deltacron di Prancis dalam sebuah paper yang dia unggah di medRxiv. Menurut Colson, masih terlalu dini untuk menentukan seberapa besar ancaman yang dibawa oleh varian deltacron, mengingat tidak ada cukup banyak kasus untuk dipelajari.