Ahad 20 Feb 2022 12:34 WIB

Pakar: Deltacron varian gabungan BA.1 dan B.1617.2

Kemunculan varian Deltacron telah dilaporkan di Siprus sejak 2021.

Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan Deltacron merupakan varian baru gabungan BA.1 dan B.1617.2 yang telah memperoleh pengakuan dari otoritas berwenang di Inggris sebagai laporan yang sedang diawasi.
Foto: EPA-EFE/SHEPHERD HOU CHINA OUT
Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan Deltacron merupakan varian baru gabungan BA.1 dan B.1617.2 yang telah memperoleh pengakuan dari otoritas berwenang di Inggris sebagai laporan yang sedang diawasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan Deltacron merupakan varian baru gabungan BA.1 dan B.1617.2 yang telah memperoleh pengakuan dari otoritas berwenang di Inggris sebagai laporan yang sedang diawasi.

"Sekarang memang dilaporkan adanya varian hibrid Deltacron ini, yang disebut gabungan BA.1 dan B.1617.2. Di Inggris varian ini dimasukkan ke dalam variant surveillance report," kata Tjandra Yoga Aditama melalui keterangan tertulis serta dikonfirmasi di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Baca Juga

Ia mengatakan kemunculan varian Deltacron telah dilaporkan di Siprus sejak 2021, tapi waktu itu banyak yang menganggap virus tersebut hanya sebagai pencemaran di laboratorium. Kemudian pada 7 Januari 2022, sudah dikirim 25 sekuen varian Deltacron ke situs pengumpulan data global genom bernama GISAID.

"Deltacron baru ramai diperbincangkan pada Februari 2022," katanya.

Tjandra yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan ada dugaan varian baru Deltacron terbentuk pada seseorang yang tertular dua varian sekaligus, yakni BA.1 dan B.1617.2. "Tapi belum jelas apakah terjadi di Inggris atau merupakan kasus impor ke negara itu," katanya.

Di sisi lain, kata Tjandra, WHO pada awal Januari 2022 menyebut ada kemungkinan seseorang dapat terserang beberapa varian SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 sekaligus. "Seperti juga mungkin saja seseorang terinfeksi COVID-19 dan juga pada saat yang sama terinfeksi Influenza," katanya.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018-2020 itu memastikan hingga sekarang belum ada informasi resmi dari UKHSA tentang kemungkinan penularan serta gejala yang timbul dari Deltacron.

"Walaupun ada pendapat beberapa pakar tentang Deltacron, nampaknya kita masih perlu menunggu beberapa waktu ke depan," katanya.

Tjandra menambahkan Deltacron dan Delmicron yang sempat ramai diperbincangkan publik pada Desember 2021 merupakan dua hal berbeda. "Delmicron yang tadinya disebut-sebut sebagai gabungan dari varian Delta dan varian Omicron ternyata hal ini tidak benar. Istilah Delmicron hanyalah bermula dari keterangan Dr Shashank Joshi, salah seorang anggota satgas dari negara bagian Maharashtra di India yang kebetulan diwawancara media, bukan dalam bentuk tulisan ilmiah," katanya.

Tjandra mengatakan otoritas berwenang di India, termasuk yang ternama seperti Indian Council of Medical Research (ICMR) tidak pernah memberikan informasi tentang ada tidaknya Delmicron. "Juga tidak ada pernyataan dari organisasi resmi apapun di India begitu juga tidak ada penjelasan dari pakar lain yang menyebutkan tentang Delmicron," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement