REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Puing-puing dari roket yang mendorong bagian dari stasiun ruang angkasa baru Cina ke orbit jatuh ke laut di Filipina pada Ahad (31/7). Beijing telah menghadapi kritik karena membiarkan bagian roket jatuh ke Bumi tidak terkendali dua kali sebelumnya.
Puing roket yang jatuh merupakan tahap roket sekitar 25 ton (23 metrik ton), yang diluncurkan pada 24 Juli untuk mengirimkan modul kabin laboratorium WenTian ke stasiun ruang angkasa Tiangong. Tahap pertama roket, pendorongnya, biasanya merupakan bagian yang paling besar dan paling kuat.
Biasanya, lintasan pendorong roket direncanakan sehingga bisa menghindari orbit dan jatuh ke laut tanpa membahayakan. Ada juga skenario puing roket akan masuk kembali ke atmosfer terkontrol dengan beberapa ledakan dari mesin mereka.
Tetapi mesin pendorong Long March 5B tidak dapat dihidupkan kembali setelah berhenti, membuat pendorong itu berputar mengelilingi Bumi sebelum mendarat di lokasi yang tidak terduga. Ini adalah ketiga kalinya dalam dua tahun China membuang roketnya secara tidak terkendali.
Pada Mei 2021, puing-puing roket mendarat tanpa bahaya di Samudra Hindia. Namun insiden pertama, pada Mei 2020, menyebabkan benda-benda logam dilaporkan menghujani desa-desa di Pantai Gading, meskipun tidak ada laporan korban luka.
Karena ukurannya yang sangat besar, booster Long March 5B dapat sangat rentan terhadap risiko selama masuk kembali yang tidak terkontrol. Artinya, sebagian massa puing tidak terbakar dengan aman di atmosfer.
“Aturan umum adalah bahwa 20 persen hingga 40 persen dari massa benda besar akan mencapai tanah, tetapi jumlah pastinya tergantung pada desain objek,” Marlon Sorge, ahli puing-puing ruang angkasa di The Aerospace Corporation, mengatakan dalam Q&A online, dilansir dari Space, Ahad (31/7/2022).