REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi), kembali menyoroti soal bengkaknya alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam APBN tahun ini.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, menilai kenaikan harga BBM bukanlah solusi. Sebab hal itu bisa meningkatkan inflasi, menghambat pertumbuhan ekonomi. "Jadi permasalahan ini harus diselesaikan melalui solusi komprehensif dan tidak parsial," kata Eddy kepada Republika, Ahad (14/8/2022).
Menurutnya ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dan beriringan. Salah satunya dengan mendorong perubahan Perpres 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Revisi Perpres 191/2014 agar ada payung hukum untuk mengatur para pihak yang berhak menerima BBM bersubsidi dan pemberian sanksi bagi yang melanggarnya," ujarnya.
Selain itu, Eddy menilai perlu ada pembatasan terhadap konsumen BBM subsidi, misalnya melalui kontrol pembelian volume, jenis kendaraan, teknologi, dan lain-lain. Kemudian secara struktural perlu ada perombakan atas mekanisme pemberian subsidi, dari subsidi produk ke produksi orang. "Kita tentu harus mengakselerasi dan memfasilitasi penggunaan kendaraan listrik ke depannya dan sektor EBT lainnya," kata Sekjen PAN itu.
"Komisi VII DPR RI siap bekerja sama dengan mitra kami di pemerintah untuk bersama-sama mencari solusi komprehensif tersebut, agar penanganan masalah tingginya subsidi energi dapat ditanggulangi dalam rangka Ketahanan Energi dan Ketahanan APBN kita ke depannya," katanya.