REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IV DPR mendukung langkah Kementerian Pertanian (Kementan) yang mengeluarkan kebijakan pembatasan jenis pupuk bersubsidi menjadi hanya Urea dan NPK. Menurut sejumlah anggota, kebijakan itu harus ditempuh lantaran terbatasnya anggaran dan perbaikan pengelolaan pupuk subsidi.
Anggota Komisi IV Fraksi Demokrat, Suhardi Duka, mengatakan, pembatasan jenis pupuk subsidi merupakan salah satu rekomendasi yang diberikan oleh Panja Pupuk DPR. Penentuan skala prioritas harus dibuat agar sasaran pupuk subsidi dapat tepat sasaran kepada petani yang sangat membutuhkan.
Pembatasan jenis pupuk, kata dia, juga hasil dari keputusan bersama antara Komisi IV bersama Kementan. "Karena anggaran subsidi tidak mencukupi untuk memuaskan semua, jadi ini perlu kita kaji baik-baik karena memang ini keputusan pahit," katanya dalam Rapat Kerja Komisi IV bersama Kementan, Rabu (31/8/2022).
Seperti diketahui, semula pupuk bersubsidi yang diberikan pemerintah terdiri atas jenis Zwavelzure Amonium (ZA), Urea, SP-36, NPK, dan pupuk organik Petroganik. Pupuk bersubsidi juga menyasar seitar 70 komoditas pertanian.
Mulai 1 Oktober 2022, pupuk subsidi yang diberikan hanya Urea dan NPK. Pupuk tersebut hanya untuk sembilan komoditas di antaranya padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao. Kebijakan itu dituangkan dalam Permentan Nomor 10 Tahun 2022.
"Kita harus memilih komoditas, juga pupuk yang menjadi skala prioritas. Tidak bisa semua kita alokasikan, jika sekiranya anggaran pupuk besar, ya kita alokasikan semua," ujarnya.
Suhardi mengatakan, pihaknya akan mendukung kebijakan Kementan selama kebijakannya sesuai dengan rekomendasi Panja Pupuk. Di sisi lain, ia juga meminta Pupuk Indonesia menjamin ketepatan waktu penyediaan pupuk subsidi maupun non subsidi.
Anggota Komisi IV Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, menambahkan, kebijakan pembatasan jenis pupuk subsidi sudah menjadi kesepakatan politik dengan pemerintah. "Suka tidak suka walaupun itu berat, tetapi Komis IV sudah mengeluarkan rekomendasi melalui Panja Pupuk dan memang tidak mudah menjelaskan kepada petani," ujar dia.
Pihaknya berharap dengan penyediaan pupuk subsidi yang hanya fokus kepada dua jenis, ke depan tata kelola pupuk dapat lebih baik. Sehingga tidak lagi ditemukan berbagai persoalan kompleks yang kerap terulang.
Sementara itu, Anggota Komisi IV Fraksi PKS, Slamet, mengatakan, pembatasan komoditas yang mendapatkan pupuk subsidi dilakukan agar pemerintah lebih fokus kepada komoditas yang dapat menyebabkan inflasi. Namun di sisi lain, ia menyoroti masih adanya pembukaan e-Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) tahun depan yang menjadi platform petani untuk mengajukan pupuk subsidi yang memakan anggaran hingga Rp 52,9 miliar.
Padahal, sesuai rekomendasi Panja Pupuk, pengalokasikan pupuk subsidi mengacu pada luasan lahan tanam di masing-masing provinsi. Itu agar penyediaan dan pendistribusian pupuk bersubsidi dapat lebih proporsional melihat kebutuhan riil petani.
"Jadi, kalau mau menjalankan rekomenasi Panja jangan separuh-separuh, semua jalankan sehingga nanti kita akan evaluasi apakah rekomendasi ini menguntungkan," ujar dia.