REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menanggapi keputusan resmi pemerintah yang telah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, yaitu Pertalite menjadi Rp 10 ribu dan Solar menjadi Rp 6.800 per Sabtu (3/9/2022). Pemerintah beralasan kenaikan harga tersebut terkait dengan peningkatan subsidi dari APBN, yaitu mengalihkan subsidi sehingga kedua jenis BBM tersebut mengalami penyesuaian.
Hafisz menilai keputusan pemerintah tersebut sangat memberatkan rakyat. Dalam situasi sulit sekarang seharusnya pemerintah maupun masyarakat memiliki sense of crisis yang tinggi. “Rakyat sudah menjerit harga harga naik. Menahan subsidi memang beratkan APBN, tetapi menaikkan harga BBM subsidi lebih memberatkan nasib rakyat,” ujar Hafisz dalam keterangan tertulis kepada, Selasa (6/9/2022).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengingatkan jika harga BBM tersebut naik, maka pasti semua produk atau kebutuhan pokok akan naik. "Karena BBM itu berkontribusi pada 15 hingga 20 persen dari komponen harga produksi,” ujar Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI tersebut.
Adapun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan, pemerintah telah menyediakan tambahan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun kepada 20,65 juta KPM (Kelompok/Keluarga Penerima Manfaat). Yaitu, mereka yang masuk ke dalam 40 persen tak mampu, yang diberikan bantuan sebesar Rp 150 ribu selama empat kali dengan total Rp 600 ribu.
Baca juga : Puan: DPR Dengar Aspirasi Kenaikan BBM, Kami Sampaikan ke Pemerintah
Selanjutnya, anggaran Rp 9,6 triliun untuk bantuan subsidi upah sebesar Rp 600 ribu bagi 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta. Selanjutnya, dana bantuan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan dua persen Dana Transfer Umum yang berasal dari APBN (DAU dan DBH) sebesar Rp 2,17 triliun untuk membantu angkutan umum, ojek, dan nelayan serta bansos tambahan.