REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng menawarkan tiga langkah dalam penataan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Langkah itu sebagai bagian dari memecahkan persoalan BBM subsidi yang sampai sekarang belum tuntas diselesaikan.
“Pertama, perlu upaya luar biasa menata kebijakan pada aspek efisiensi biaya pengolahan, distribusi, pemeliharaan dan lain-lain yang dilakukan Pertamina. PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang terkait langsung dengan persoalan BBM, harus mampu melakukan upaya luar biasa tersebut," kata Mekeng di Jakarta, Kamis (15/9/2022), seperti dalam siaran persnya.
Kedua menurut dia, perlu langkah penataan kebijakan, sistem yang ketat, dan hati-hati dengan pendekatan teknologi informasi. Langkah itu untuk menyelesaikan persoalan ketepatan dalam memberikan subsidi BBM kepada masyarakat atau kelompok yang berhak menerimanya.
"Itu harus segera dilakukan agar alasan klasik soal distribusi subsidi dan penyaluran subsidi BBM di Indonesia yang tidak tepat sasaran bisa segera diakhiri," ujarnya.
Dia menjelaskan, sejak tahun 2010 sampai sekarang, persoalan tentang penerima subsidi BBM yang tidak tepat sasaran, selalu menjadi isu yang diangkat politisi, pengamat kebijakan publik dan lain-lain.
Menurut dia, hingga saat ini, dalil klasik tersebut masih menjadi perbincangan seolah-olah bangsa Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya.
Solusi ketiga menurut Mekeng adalah penerapan "hedging" pada harga BBM oleh pemerintah atau Pertamina. Dia menjelaskan, "hedging" harga adalah transaksi derivatif berupa transaksi sistem lindung nilai yang mengamankan harga BBM yang akan dibeli pemerintah atau Pertamina dalam jangka waktu tertentu.
"Hedging harga minyak mentah telah memiliki payung hukum melaui peraturan Bank Indonesia maupun Peraturan Menteri BUMN sejak tahun 2014. 'Hedging' harga minyak mentah, pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM saat harga minyak dunia bergejolak," katanya.
Mekeng mengakui, ketiga langkah tersebut memiliki kelemahan ketika harga minyak mentah mengalami penurunan, namun jika melihat grafik perkembangan harga minyak mentah dunia, kecenderungan harga minyak mentah mengalami kenaikan lebih besar dari pada penurunannya.
Selain itu, dia mengaku tidak kaget atas reaksi penolakan publik terkait kebijakan penyesuaian harga BBM dan kemungkinan akan terus berlanjut kedepan. "Reaksi itu harus ditanggapi serius oleh pemerintah. Tidak bisa diharapkan hanya dengan imbauan agar konsumsi masyarakat membeli BBM bersubsidi dikurangi dan melarang bagi yang tidak berhak. Cara seperti itu hanya akan terus berputar pada lingkaran setan masalah klasik yang tidak ada ujung penyelesaiannya," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, subsidi BBM merupakan salah satu cara pemerintah menjaga daya beli masyarakat akibat tingginya inflasi. Kondisi tersebut sering disebut jaring pengaman sosial atau "social safety net" dan berlaku universal.
Namun menurut dia, subsidi yang tepat sasaran sudah harus mulai dikerjakan agar "membakar" uang untuk hal yang tidak tepat dan tidak wajar, tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. Dia menilai, kebijakan yang prudent bisa terus diterapkan dalam penyelesaian BBM bersubsidi saat ini. Menurut dia, kebijakan menaikan harga BBM hanya pilihan terakhir ketika tidak ada lagi alternatif kebijakan yang bisa dilakukan.