REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter sekaligus peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr dr Lili Legiawati menyebut sejumlah penyebab kebotakan berpola atau Androgenetic Alopecia (AGA) salah satunya faktor genetik. Menurut Lili, dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (20/9/2022), pada laki-laki hormon androgen berperan menyebabkan miniaturisasi atau mengecilnya folikel rambut dan kondisi ini banyak dialami mereka yang berusia di atas 50 tahun.
"Di atas 50 tahun hampir 50 persen botak tetapi pada orang Kaukasia itu lebih cepat. Pangeran Andrew usia 30 tahun sudah botak. Kalau kita orang Asia, orang Afrika lebih lambat botaknya," ujarnya.
Pada mereka yang sudah mengalami kebotakan di bawah usia 30 tahun, penyebabnya tak hanya genetik, tetapi juga faktor stres dan peranan mikronutrien seperti zinc, biotin yang mempengaruhi kesuburan rambut, namun ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kolega Lili, dr Farah Faulin Al Fauz Lubis mengatakan tak menutup kemungkinan mereka yang berusia di awal usia 20 tahun-an mengalami kebotakan.
Kemudian, tak hanya lelaki, perempuan juga berpeluang mengalami kebotakan berpola dengan gambaran rambut yang lebih tipis di bagian puncak kepala. Hanya saja, penyebabnya bukan didominasi hormon androgen.
Farah menyayangkan orang-orang di Indonesia yang cenderung pasrah menghadapinya. Padahal, kata dia, kebotakan berpola sebenarnya disembuhkan dengan ketelatenan dalam perawatan.
Sejauh ini, terapi AGA yang diizinkan Food and Drugs Administration (FDA) menggunakan finasteride oral dan minoxidil topikal. Namun penggunaan finasteride oral dapat memberikan efek samping yang mengkhawatirkan bagi pasien, antara lain penurunan libido dan disfungsi ereksi.
Menurut penelitian yang dilakukan di Eropa, pengunaan finasteride topikaldapat memberikan khasiat yang sama dengan penggunaan finasteride oral dengan kemungkinan efek samping sistemik yang lebih kecil. Kombinasi dengan minoxidil topikal juga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas terapi.
Penelitian lanjutan mengenai keamanan finasteride oral dan monoxidil pun akan dilakukan Lili bersama Farah. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan bagi pria untuk dapat merawat dan mengobati AGA, dengan efek samping sistemik yang lebih kecil.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lanjutan terkait efektivitas dan keamanan dalam pemberian kombinasi finasteride 0,1 persen topikal dan minoxidil 5 persen topikal sebagai salah satu pilihan terapi AGA.