REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rami, tumbuhan yang sempat booming dua dekade terakhir ini. Serat rami masih jarang digunakan untuk bahan industri tekstil karena harganya yang mahal. Padahal, tanaman tersebut tumbuh subur di Indonesia.
Seorang dosen Universitas Padjadjaran (Unpad) justru berinovasi terdahap manfaat serat rami ini untuk digunakan sebagai pakaian tahan api. Rami sendiri, termasuk pada tumbuha0n perdu-perduan yang ukurannya tidak terlalu besar dan maksimal tingginya hanya sekitar 3 meter. Tumbuhan ini lurus dan tidak bercabang sehingga batangnya dapat dimanfaatkan untuk serat.
Dosen Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unpad sekaligus Kepala Pusat Studi Ilmu Bioprospeksi Serat Alam dan Sumber Daya Hayati Unpad, Dr Asri Peni Wulandari PhD melakukan penelitian tentang mahalnya harga tekstil dari rami.
Hasilnya, proses produksi rami menjadi tekstil harus menggunakan energi panas, bahan kimia, dan sebagainya. Karena proses yang sangat panjang ini, maka wajar saja jika harganya mahal.
Setelah mengetahui fakta tersebut, Asri pun menyadari perlunya alternatif teknologi yang lebih murah untuk memproduksi rami menjadi tekstil. Kemudian, Asri yang memiliki keahlian di bidang mikrobiologi membuat penelitian lanjutan untuk memanfaatkan rami menjadi tekstil.
“Penelitian rami dimulai lebih dari sepuluh tahun lalu. Penelitian diawali dengan mengisolasi limbah rami lalu melakukan tahap screening sehingga mendapatkan mikroba yang paling rakus memakan getah rami," kata Asri.
Dari penelitiannya ini, ternyata serat rami sangat bagus untuk pakaian dan biodegumming menjadi alternatif pengolahan rami yang efektif.
Setelah menemukan cara pengolahan rami yang efektif, Asri bertekad untuk mengembangkan serat alternatif agar Indonesia bisa mandiri sandang dengan produk berbahan baku lokal. Asri pun berpikir, keinginannya tidak akan menjadi kenyataan jika hanya bergerak sendirian. Maka, dia pun melibatkan dosen dan mahasiswa Departemen Biologi dalam penelitian rami.
Asri berkolaborasi dengan sejumlah dosen yang berasal dari fakultas lain di Unpad. Misalnya, dia menggandeng dosen Fakultas Pertanian Anne Nuraini akan menyediakan benih kultur jaringan rami. Sehingga, jika nantinya rami dibudidayakan ratusan hektare, maka sudah ada benihnya dari kultur jaringan.
"Ada juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prof Yudi yang membantu memberikan arahan dari segi bisnis," katanya.
Kolaborasi yang dikembangkan Asri, tak hanya di lingkup Unpad. Kini penelitiannya sudah masuk konsorsium rami Indonesia, sehingga terintegrasi dengan berbagai kelompok besar di Indonesia, terutama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Dengan adanya konsorsium rami Indonesia, saya berharap bisa segera mengarahkan penelitian rami menuju tujuannya yakni ke arah produktivitas,” katanya.
Asri mengakui, roadmap penelitian rami sangat panjang dan benar-benar menguji coba sistem pabrikasi dari hulu sampai hilir. Dia dan tim memulai dengan menyiapkan tanaman rami untuk diolah menjadi serat.
Hasil pengolahan, kata dia, ternyata serat rami itu kasar sekali dengan ukuran yang kecil-kecil. Kemudian serat rami diuji dengan dengan beberapa bakteri yang hasilnya berbeda-beda. Setelah itu, masuklah pada skala laboratorium yang bertujuan membuat serat rami menjadi putih dan lebih halus.
Pada skala laboratorium, Asri dan tim menguji coba dengan proses bioleaching dan chemical leaching. Sehingga, alur penelitian yang digunakan yakni chemical the gumming dan chemical leaching. Hasilnya, pengolahan rami lebih aman jika menggunakan bahan alami.
Kemudian, dia dan tim harus mencari cara agar serat rami yang halus memenuhi standar untuk bisa dipintal menjadi benang. Asri dan tim pun berhasil membuat benang rami.
Bahkan, benang rami tersebut telah berhasil menjadi bahan rami untuk pakaian tahan api. Hal tersebut telah dibuktikan dengan bahan rami yang telah dilapisi suatu bahan kimia lalu didekatkan pada sumber api selama 7 detik dan hasilnya tidak terbakar.
Asri juga berkolaborasi dengan beberapa mitra perusahaan untuk memproduksi dan memasarkan pakaian tahan api. Untuk saat ini, pakaian tahan api diprioritaskan untuk klien yang secara fungsional membutuhkan pakaian tahan api, tetapi masih impor dengan harga mahal. Seperti TNI, pemadam kebakaran, pegawai perminyakan atau kelompok pekerjaan lainnya yang mengarah ke sumber api.
"Nantinya, bisa saja pakaian tahan api dijadikan sebagai produk fesyen untuk masyarakat umum," katanya.
Asri mengatakan, masih memiliki mimpi untuk membangun sistem manufaktur rami dari hulu sampai hilir yang benar-benar terintegrasi. Dia juga memiliki keinginan pada 2030 bisa mengejar kebutuhan sandang, minimal dalam negeri. Asri berharap, pemerintah dan pihak investor terlibat langsung supaya proses pengembangan rami bisa langsung menjadi skala industrial.