Oleh: A Fahrur Rozi, Peneliti di Distrik HTN Institute UIN Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, Pada Rabu (20/12/2022), Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan inkonstitusional beberapa pasal dalam UU Pemilu. Hal itu dituangkan dalam putusan MK Nomor Nomor 80/PPU-XX/2022 setelah melalui tahapan judicial review.
MK menguji beberapa pasal terkait kewenangan kelembagaan DPR dalam menetapkan daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi DPR dan DPRD Provinsi. Pengujian pasal yang dikabulkan meliputi Pasal 187 Ayat (5) dan Pasal 189 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 beserta ketentuan penjelas dalam Lampiran III dan Lampiran IV.
Uji materil yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut dikabulkan sebagian. Dalam amar putusannya, MK menyatakan pasal itu inkonstitusional dengan prinsip Pemilu dalam UUD 1945 dan keberadaannya tidak memiliki hukum yang mengikat.
Dengan putusan itu, kewenangan DPR dalam alokasi kursi dan penentuan dapil yang tertuang dalam UU Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilu, dikembalikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara Pemilu.
Kilas balik perjalanannya, kewenangan penentuan dapil dan alokasi kursi dalam pemilu mengalami pasang surut dari waktu ke waktu. Pada Pemilu tahun 1999 dan 2004, kewenangan ini sepenuhnya dilimpahkan kepada KPU melalui peraturan yang dibuat dalam internal kelembagaan.
Namun, pada Pemilu 2009, kewenangan itu berpindah dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Undang-Undang Pemilu. Artinya, secara tidak langsung, UU 07/2017 memberikan kewenangan kepada pembuat undang-undang dalam memberikan penafsiran yuridis, baik berupa mekanisme alokasi kursi, rumusan konsep pembentukan dapil, hingga jumlah dapil dan kursi DPR.
Ada beberapa prinsip pembentukan dapil dan alokasi kursi yang disorot oleh Perludem dalam permohonannya. Salah satunya soal proporsionalitas antara jumlah suara penduduk dan distribusi kursi di Provinsi.
Berdasarkan sistem keterwakilan (representativeness), didapati Provinsi yang mengalami kekurangan kursi (under represented) atau kursi berlebih (over represented). Perludem menilai, dari 575 kursi DPR hanya 17 Provinsi yang masuk dalam nominasi seimbang secara proporsionalitas (Laporan Perludem, 2022).
Baca juga: 5 Fakta Seputar Nabi Isa yang akan Kembali Bangkit Pertanda Datangnya Kiamat
Selanjutnya, pengaturan mengenai batas-batas dapil juga dinilai cacat secara integralitas kewilayahan. Pasalnya, didapati dapil dengan beberapa wilayah yang digabungkan padahal secara letak geografis berjauhan.
Sebut contoh Dapil Jawa Barat III untuk Pemilu DPR yang menggabungkan Kota Bogor dengan Kabupaten Cianjur yang tidak terpadu dan berdekatan secara kewilayahan. Juga Pemilu untuk DPRD Provinsi, seperti Dapil DKI Jakarta 9 atau Dapil Lampung 3.
Politik hukum kewenangan
Artikel ini berusaha memberikan analisis politik hukum terhadap transformasi kewenangan yang terjadi antarkelembagaan.
Secara atribusi kewenangan, tidak ada yang salah dalam potret administratifnya. KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan DPR dalam kapasitasnya sebagai pembuat UU (law maker) sama-sama pantas diatribusikan dengan kewenangan pembentukan dapil dan alokasi kursi.
Kepantasan KPU dilihat dari kuasa khusus dalam tugasnya menyelenggarakan Pemilu. Konsekuensi logisnya, segala hal yang menyangkut tata pelaksanaan Pemilu itu sendiri dari hulu ke hilir masuk dalam lingkup yurisdiksi kewenangan KPU sebagai lembaga khusus kepemiluan.