Selasa 03 Jan 2023 05:53 WIB

FSGI: 'Mendisiplinkan', Jadi Dalih Masih Terjadinya Kekerasan Fisik oleh Pendidik

2022 menjadi tahun di mana beberapa kejadian kekerasan fisik oleh pendidik terjadi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis data kasus perundungan, salah satu dari tiga dosa besar di dunia pendidikan, di satuan pendidikan sepanjang 2022. Berdasarkan data yang mereka himpun, masih terjadi sejumlah kasus perundungan berupa bully dan kekerasan fisik, baik yang dilakukan oleh pendidik maupun sesama peserta didik.

"Pada tahun 2022 ada sejumlah kasus perundungan berupa bully dan kekerasan fisik yang terjadi di dunia pendidikan, baik yang dilakukan oleh pendidik maupun sesama peserta didik," jelas Sekjen FSGI, Heru Purnomo, lewat keterangannya, Senin (2/1/2023).

Baca Juga

Bahkan, kata dia, ada kasus perundungan yang menyebabkan korban meninggal dunia, yakni salah satu santri di Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur, yang meninggal pada 22 Agustus 2022. Korban meninggal karena diduga ada tindak kekerasan yang dilakukan kakak kelasnya.

Kasus lainnnya, ada juga kematian peserta didik akibat perundungan di salah satu MTs Negeri di Kotamubagu, Sulawesi Utara, pada Juni 2022 yang diduga mengalami perundungan fisik dari sembilan temannya. Ada pula seorang santri di salah satu Pondok Pesantren di Rembang yang disiram bahan bakar minyak dan dibakar kakak kelasnya saat sedang tidur, hingga korban mengalami luka bakar yang parah.

Pada Januari 2022, seorang guru olahraga di salah satu SMPN di Kota Surabaya melakukan kekerasan terhadap salah satu siswanya di depan kelas saat pembelajaran. Kejadian itu disaksikan oleh teman sekelasnya. Salah satu siswa di kelas tersebut tampaknya merekam kejadian tersebut dan videonya tersebar.

"Video kekerasan guru tersebut pun kemudian viral di media sosial dan jadi bahan pembicaraan publik. Orang tua korban menyatakan anaknya mengalami tekanan, ada perubahan perilaku anaknya setelah mengalami kekerasan di sekolah," terang Retno.

Masih di Januari 2022, seorang guru SD Negeri di Buton, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke polisi karena diduga menghukum belasan siswanya dengan menyuruh mereka makan sampah plastik. Sejumlah orang tua murid di sekolah tersebut mendatangi kantor Polres Buton untuk melaporkan guru berinisial MS.

Peristiwa itu terjadi saat MS yang tengah mengajar, mendengar keributan dari kelas sebelah tempatnya mengajar. MS pun meminta para murid untuk menunggu gurunya dengan tenang. Tapi karena anak-anak kembali ribut, MS menghukum 16 siswa dengan memakan sampah plastik. Sejumlah siswa korban mengalami trauma dan enggan masuk ke sekolah karena takut.

Februari 2022, beredar video seorang siswa SMPN di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, di media sosial. Siswa yang diketahui bernama IF (15) itu dihukum benturkan kepala ke tembok kelas oleh guru mata pelajaran pendidikan jasmani berinisial KL. Selain itu, IF juga diminta membersihkan WC dan saling cubit telinga dengan teman lain yang juga dihukum.

"Alasan guru menghukum karena siswanya tidak mengumpulkan kembali buku cetak. Kasus ini dilaporkan keluarga korban ke Kepolisian dan diproses hukum," kata dia.

Pada Maret 2022, Polres Pasuruan memeriksa 13 orang saksi terkait kasus dugaan penganiayaan dua pelajar salah satu SMP swasta berasrama. Ada lima saksi yang menjadi terduga pelaku penganiayaan. Pemeriksaan terhadap 13 orang saksi tersebut dilakukan setelah petugas menerima laporan adanya dugaan penganiayaan terhadap dua pelajar kelas 9 SMP Swasta.

"Ironisnya Kepala Asrama Sekolah AB mengaku pihak sekolah awalnya tidak mengetahui adanya kasus dugaan penganiayaan tersebut. Korban diduga kuat mengalami penganiayaan oleh seniornya hingga mengalami luka cukup parah di punggungnya dan terdapat luka memar bekas pukulan dan sulutan rokok," kata Retno.

Kemudian pada Mei 2022, seorang siswi SDN di Samarinda, Kalimantan Timur, diduga diusir oleh gurunya dari ruang kelas saat ujian sedang berlangsung. Dia diusir karena tidak ikut kegiatan belajar mengajar saat daring karena tidak memiliki telepon genggam dan seragam sekolah. Siswi tersebut merupakan piatu, ibunya sudah meninggal dunia sementara ayahnya di penjara.

"Kekerasan fisik dan pem-bully-an masih terus terjadi di satuan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik karena dalih mendisiplinkan," jelas dia.

Jika merujuk pada kasus-kasus perundungan yang terjadi sepanjang 2022, ada sejumlah alasan mengapa guru mendisiplinkan dengan kekerasan, yaitu peserta didik ribut saat di kelas, siswa tidak mengembalikan buku cetak yang dipinjamkan sekolah, siswa tidak bisa menjawab pertanyaan guru, dan siswa tidak ikut pembelajaran.

“Namun pelaku perundungan di satuan pendidikan selama tahun 2022 lebih didominasi peserta didik terhadap peserta didik lainnya," terang Retno.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement