REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Subvarian Omicron XBB.1.5 memicu kekhawatiran para ilmuwan setelah virus penyebab COVID-19 itu menyebar cepat di Amerika Serikat pada Desember. Epidemiolog senior Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Maria Van Kerkhove mengatakan, XBB.1.5 adalah subvarian Omicron paling menular yang telah terdeteksi sejauh ini.
Subvarian itu menyebar cepat karena mutasi yang dikandungnya memungkinkan virus menempel pada sel dan memperbanyak diri dengan mudah. "Kekhawatiran kami adalah cara virus itu menyebar," kata Van Kerkhove dalam jumpa pers, Rabu (4/1/2023).
XBB dan XBB.1.5 diperkirakan menyumbang 44,1 persen kasus COVID-19 di AS pada pekan terakhir Desember, naik dari 25,9 persen dari pekan sebelumnya, menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Subvarian itu juga ditemukan di 28 negara lain.
XBB.1.5 adalah subvarian Omicron, varian paling menular yang kini mendominasi kasus COVID-19 di dunia. XBB.1.5 adalah turunan XBB yang pertama kali terdeteksi pada Oktober dan merupakan kombinasi dari dua subvarian Omicron lain.
Seberapa Bahaya XBB.1.5?
WHO mengatakan mereka belum memiliki data tentang tingkat keparahan yang disebabkan subvarian tersebut, atau gambaran klinis tentang dampak yang ditimbulkannya. Badan PBB itu mengaku belum melihat indikasi bahwa tingkat keparahan subvarian itu telah berubah, tetapi tingkat penularannya yang meningkat menimbulkan kekhawatiran.
"Kami memperkirakan adanya gelombang infeksi baru di seluruh dunia, tetapi hal itu tidak harus diartikan jadi gelombang kematian karena upaya pencegahan terus kami lakukan," kata Van Kerkhove, merujuk pada vaksinasi dan perawatan medis.
Dia mengatakan, WHO belum dapat mengaitkan kenaikan kasus rawat inap di wilayah timur laut AS dengan subvarian tersebut, mengingat banyaknya virus pernapasan lain yang juga beredar. Para ahli virus sepakat bahwa kemunculan subvarian itu tidak berarti ada krisis baru selama pandemi. Varian-varian baru diperkirakan akan terus bermunculan selama virus corona masih menyebar.
XBB.1.5 kemungkinan akan menyebar secara global, tetapi masih belum jelas apakah subvarian itu akan menyebabkan gelombang infeksi baru di seluruh dunia. Vaksin-vaksin yang ada sekarang terus melindungi kita dari gejala COVID-19 yang parah, rawat inap dan kematian, kata mereka.
"Tak ada alasan untuk berpikir bahwa XBB.1.5 lebih mengkhawatirkan daripada varian lain yang datang dan pergi dalam dunia mutan COVID-19 yang selalu berubah," kata Prof Andrew Pollard, direktur Oxford Vaccine Group.
Apa Langkah WHO?
Kelompok Penasihat Teknis Evolusi Virus WHO tengah menilai risiko dari subvarian tersebut. Van Kerkhove pada Rabu mengatakan WHO diharapkan dapat mempublikasikan hasilnya dalam beberapa hari ke depan.
Prof Tulio de Oliveira, ilmuwan Afrika Selatan yang terlibat dalam kelompok itu, mengatakan situasinya "kompleks", terutama mengingat lonjakan kasus yang terjadi di China setelah kebijakan anti COVID yang ketat di sana dicabut pada Desember.
WHO mengatakan, pihaknya terus memantau dengan cermat setiap perubahan yang mungkin terjadi pada tingkat keparahan subvarian itu dengan bantuan hasil penelitian di laboratorium dan data di lapangan.