REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 40 mahasiswa dari University of Queensland dan 4 perwakilan mahasiswa dari Universitas Indonesia melakukan kegiatan Factory Visit ke pabrik Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) di Kawasan Industri Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Kedatangan mahasiswa-mahasiswa yang disponsori oleh Pemerintah Australia, melalui program New Colombo Plan (NCP) ini, untuk melihat secara langsung implementasi industri hijau, khususnya di sektor produksi baja.
Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Bambang Heru Susanto, mengatakan kunjungan mahasiswa terkait environmental, khususnya mengenai tranformasi manufacturing ke green manufacturing di industri baja. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program New Colombo Plan, program dari pemerintah Australia yang mengirimkan mahasiwa-mahasiwa dari Universitas di Australia, ke Indonesia salah satunya.
"Dan kebetulan Universitas Indonesia (UI) memiliki kerja sama Dual Degree dengan University of Queensland sejak tahun 2002. Ini merupakan wujud dari penguatan sisi kerja sama dibidang akademik atau research,” ujar Bambang saat mendampingi para mahasiswa itu.
PT Tata Metal Lestari terpilih dalam program NCP karena telah mendapatkan sertifikat Industri Hijau dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Para mahasiswa diharapkan bisa mendapat pengetahuan tentang proses apa saja yang dilakukan industri baja untuk mengurangi emisi karbon.
“Harapannya mahasiswa-mahasiswa dari University of Queensland ini mengetahui bahwa di Indonesia ada industri-industri strategis sebetulnya yang bisa juga mereka pelajari dan mereka jadikan sebuah tempat yang nantinya misalkan ingin magang atau internship, karena Indonesia terbuka untuk magang Internship dari mahasiswa asing yang ada MoU-nya dengan kita,” kata Bambang menjelaskan.
Dr Adrian Oehmen, Associate Professor di School of Chemical Engineering, sebagai pendamping para mahasiswa dari University of Queensland, sangat menghargai kunjungan ini dan keramahan yang telah diberikan selama mahasiwanya berada di Indonesia. Perusahaan telah menjelaskan kepada para mahasiwa tentang bagaimana industri baja lapis ini bergerak.
"Dan saya rasa semua mahasiwa dapat belajar banyak dari pengalaman ini. Saya rasa sebagian besar mahasiswa yang hadir jadi lebih mengerti bagaimana baja lapis dibuat. Dalam proses ini mereka juga mempelajari rangkaian proses panjang termasuk bagaimana menangani produk akhir dan residu atau limbah dari kegiatan mereka,” ucap Adrian.
Ia menambahkan seluruh mahasiwa yang hadir kali ini merupakan mahasiwa yang mengambil bidang studi Teknik Kimia. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat melakukan perhitungan yang sesuai antara apa yang mereka peroleh di dalam kelas dan di lapangan. Dengan demikian, terjadi peningkatan pengetahuan antarnegara yang terlibat dalam program New Colombo Plan ini.
“Di university of Queensland, mereka belajar tentang teknik kimia. Jadi ini mengimpor proses perhitungan sehingga mereka belajar banyak tentang beberapa hal yang kami ajarkan di kelas dan saat ini mereka melihatnya dalam kehidupan nyata dan banyak aspek lain yang rumit di industri baja,” kata Adrian lagi.
Vice President Operations PT Tata Metal Lestari, Stephanus Koeswandi, menjelaskan baja, semen dan petrokimia merupakan tiga industri penghasil emisi teratas dan termasuk yang paling sulit untuk didekarbonisasi. Namun baja sendiri menurut World Steel Association, adalah sumber daya permanen yang 100 persen dapat didaur ulang tanpa batas dan tanpa kehilangan properti.
Untuk itu, bertransformasi menjadi karbon netral, Indonesia akan membutuhkan tindakan kolektif dari semua aktor, yang melibatkan sektor swasta dan publik untuk membangun ekosistem yang berdaya. Stephanus menambahkan sektor keuangan memiliki peran penting dalam mendorong langkah-langkah dekarbonisasi yang sistemik.
Banyak lembaga pembiayaan yang telah mendalami langkah-langkah yang telah diambil untuk mendorong perusahaan tujuan investasi menerapkan prinsip atau standar pelaporan berkelanjutan. Lalu memasukkannya ke dalam rencana aksi sebagai salah satu variabel penting untuk keputusan investasi dan pada akhirnya menarik investasi hijau masuk ke Indonesia.
“Peradaban modern tidak dapat bertahan tanpa industri inti, yang juga sulit untuk dikurangi. Baja, semen, petrokimia dan pupuk merupakan beberapa industri inti yang telah mendukung pertumbuhan dunia," kata dia. "Dekarbonisasi memerlukan inovasi konstan pada bahan bakar, bahan baku, dan proses produksi. Memiliki perencanaan yang ambisius dan visi jangka panjang untuk industri ini adalah suatu keharusan.”