Rabu 01 Mar 2023 16:27 WIB

Menjaga Urgensi Dana Desa

Dana desa akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Edy Sutriono  ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov.Kepri, Kemenkeu RI
Foto: dok. Pribadi
Edy Sutriono ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov.Kepri, Kemenkeu RI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edy Sutriono, Economist, Alumnus Universitas Indonesia

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk mengalokasikan dana transfer untuk pemerintah desa di seluruh wilayah negara. Transfer yang diberi nama “Dana Desa” ini akan menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Dana tersebut ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, kurangnya akses fasilitas, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta keterbatasan infrastruktur di pedesaan. Dengan kata lain, Dana Desa merupakan perwujudan dari “membangun Indonesia dari pinggiran”.

Prinsip pembangunan partisipatif atau “gotong royong” yang tertuang dalam undang-undang tersebut menuntut pengelolaan secara otonom oleh warga desa. Prinsip gotong royong mendorong pemanfaatan material dan tenaga kerja lokal secara maksimal, yang dalam jangka panjang akan berdampak positif bagi kegiatan ekonomi lokal. Dengan demikian, dana desa akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, sehingga mengurangi masalah ekonomi seperti kemiskinan, ketimpangan di desa, dan urbanisasi. Dalam perspektif politik, prinsip membantu pemerintah untuk mencapai keadilan sosial sebagaimana dinyatakan oleh ideologi negara. Artinya, negara telah menerapkan konsep Welfare State, yang kebijakannya tidak semata-mata mengutamakan efisiensi ekonomi (kebanggaan ekonomi kapitalistik).

Ada dua pandangan yang bertentangan tentang prinsip pembangunan partisipatif Dana Desa. Pertama, meningkatkan kesetaraan melalui kerja-kerja komunitas di mana semua warga desa yang terlibat dibayar. Di sisi lain, biaya peluang penggunaan dana pemerintah yang efisien jika proyek dilaksanakan oleh para profesional perkotaan. Jadi, pertanyaannya adalah apakah pemerintah harus berpihak pada orang miskin yang mungkin tidak pernah membayar pajak atau pada pembayar pajak yang mengharapkan efisiensi. Bukankah seharusnya pemerintah membantu orang miskin dan mengutamakan pemerataan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya?

Mankiw mengatakan ketika kita mempromosikan kesetaraan seringkali bertentangan dengan konsep ekonomi efisien kapitalis. Kapitalis menganggap pengenaan pajak sebagai sumber pendanaan untuk program yang tidak efisien seperti Dana Desa akan meningkatkan inefisiensi ekonomi dan mengurangi kekayaan agregat.

Biasanya, pemilik modal ingin posisi kesejahteraan dan efisiensi ekonomi mereka setidaknya dapat dipertahankan karena pemerintah mengenakan pajak. Dengan demikian, pendapat penulis adalah Dana Desa dengan konsep pembangunan partisipatif yang tidak efisien dianggap menghasilkan output yang tidak optimal yang dalam banyak hal, akan diperburuk oleh terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya lokal desa.

Dana Desa untuk Keadilan Sosial

Namun demikian, penulis menilai bahwa pemerintah telah mengambil keputusan yang tepat untuk mengimplementasikan Dana Desa untuk keadilan sosial. Pada dasarnya pemerintah memiliki dua pilihan untuk mendistribusikan kekayaan, yaitu dalam bentuk uang (cash transfer) dan dalam bentuk barang (in-kinds transfer).

Secara ekonomi, kesejahteraan masyarakat meningkat lebih tinggi ketika transfer dilakukan dalam bentuk uang tunai, dengan asumsi ada pengawasan yang baik untuk transfer yang akurat. Selain itu, Okun'law mengatakan "teorema fundamental kedua ekonomi kesejahteraan" menyarankan transfer lump-sum pemerintah (mirip dengan Dana Desa) untuk mencapai keseimbangan pareto dan kompetitif yang optimal.

Model tunai, yang juga disebut sebagai cash-for-work, juga bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan memberikan praktik kerja langsung bagi masyarakat desa, sehingga berpotensi meningkatkan keterampilan sumber daya manusia lokal dalam prosesnya. Selain itu, peran masyarakat desa sebagai subyek pembangunan diharapkan dapat memaksimalkan manfaat dari setiap proyek yang direncanakan, dilaksanakan dan diawasi sendiri.

Singkatnya, dapat dikatakan bahwa pilihan pemerintah untuk mengimplementasikan Dana Desa sebenarnya sesuai dengan teori ekonomi. Dengan penggunaannya yang otonom dan semoga padat karya, tujuan ideal seperti pertumbuhan ekonomi inklusif, pembangunan dan pemberdayaan desa, pengentasan kemiskinan desa, dan keadilan sosial (kesetaraan) dapat dicapai pada saat yang bersamaan.

Prioritas Cash For Work

Kunci keberhasilan pelaksanaan Dana Desa adalah swakelola. Namun, pemilik modal bersikeras berpendapat bahwa sebagian besar Dana Desa harus digunakan melalui kontrak pengadaan formal, menantang prioritas pemerintah untuk kesetaraan. Meski demikian, pemerintah memprioritaskan cash for work sejak 2018 bahwa semua proyek desa harus dikelola sendiri kecuali dianggap tidak layak. Dilihat dari skala proyek, proyek yang dibiayai oleh Dana Desa tergolong kecil, yang sesuai dengan kewenangannya sebagai proyek skala menengah dan besar ditangani oleh pemerintah pusat dan daerah.

Implementasi Dana Desa swakelola, meskipun dinilai memiliki banyak kelemahan, sangat tepat untuk pedesaan dari perspektif perbaikan pareto. Satu hal yang penting adalah bahwa pelaksanaan proyek Dana Desa, dengan setiap nilai tambah dalam prosesnya, mendapat pengawasan yang efisien dan memadai. Lagi pula, dalam ekonomi publik, pembuat kebijakan dibenarkan untuk memilih kesetaraan sebagai tujuan mereka.

Dana desa sebagai sebuah kebijakan memang tidak bisa memuaskan pemilik modal, tapi pasti mengedepankan keadilan sosial, terutama bagi warga desa yang sejatinya merupakan tulang punggung perekonomian mikro ekonomi nasional. Reaksi terbaik yang dapat diambil oleh setiap orang Indonesia adalah menyadari fakta itu, bersinergi, dan menghilangkan semua kepentingan pribadi demi membangun Indonesia dan mempromosikan keadilan sosial bagi seluruh warganya.

*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement