REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X DPR RI mempertanyakan kebijakan aturan wajib masuk sekolah pukul 05.00 pagi bagi para pelajar di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kebijakan yang dicanangkan oleh Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, itu dinilai akan menghambat kesiapan proses pembelajaran bagi para pelajar maupun para pengajar.
"Oleh karena itu, Komisi X meminta segenap elemen Pemerintah Provinsi NTT terkait untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangan dengan matang kebijakan tersebut," ujar Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, dalam keterangan tertulis, Selasa (7/3/2023).
Huda mengatakan, jika tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk membangun kedisiplinan, maka akan lebih baik kedisiplinan dibangun dengan menggunakan metode lain yang lebih efektif sekaligus humanis. Secara pribadi Huda mengaku tidak setuju dengan kebijakan yang telah menjadi perbincangan publik tersebut.
“Saya merasa masih butuh kajian yang matang menyangkut soal kebijakan ini. Misalnya, isunya kan soal ingin pendisiplinan, kan masih banyak hal selain harus mengubah jam masuk sekolah kan. Pendisiplinannya masih banyak yang lain, yang saya kira bisa tanpa harus memajukan jam sekolah,” ujar politikus fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudin, meminta aturan wajib masuk sekolah pukul 05.00 pagi untuk dievaluasi. Dia menyampaikan, seharusnya sebelum menerapkan kebijakan tersebut, Gubernur NTT beserta elemen pemerintah provinsi terkait melakukan uji coba dengan melibatkan aspirasi pengajar, ahli kesehatan, psikolog, dan para pakar terkait lainnya.
“Jangan anak-anak dijadikan kelinci percobaan. Bandingkan dengan Singapura, misalnya, performa akademik dan kemampuan memperhatikan atau menyimak pelajaran di sekolah meningkat saat mulainya tidak terlalu pagi. Karena, anak-anak sudah cukup istirahat dan mendapat asupan makanan dengan sarapan pagi,” jelas dia.
Kemudian Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, meminta agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ikut terlibat untuk menyelesaikan polemik aturan masuk sekolah pukul 05.00 pagi di NTT. Dia tidak ingin setiap kebijakan terutama di bidang pendidikan dibuat mengandalkan perasaan saja.
“(Kebijakan) Ini harus by data, jadi nggak bisa by feeling atau kira-kira atau mungkin pengalaman pribadi seseorang, ini harus by data. Itu sebabnya saya mengusulkan, dalam hal ini Kemendikbud segera turun tangan menanyakan kepada pihak pemerintah provinsi apa yang mau dicapai? Target apa yang mau dicapai?” kata Dede.
Perlu diketahui, Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengesahkan peraturan wajib masuk sekolah pukul 05.00 pagi di NTT bagi para pelajar SMA/SMK. Dirinya menjelaskan keputusan tersebut diambil lantaran bertujuan mengasah kedisiplinan dan etos kerja. Merespon keputusan tersebut, berbagai kalangan banyak yang mempertanyakan manfaat dan dampak bagi para pelajar sekaligus para pengajar.
Kemendikbudristek turun tangan menyikapi kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 pagi di NTT. Kemendikbudristek menyatakan, penting bagi suatu pemerintah daerah memperhitungkan berbagai potensi dampak yang dapat terjadi dari setiap proses perumusan kebijakan di bidang pendidikan yang berdampak luas.
"Kemendikbudristek saat ini tengah berkoordinasi intensif dengan pemerintah daerah dan dinas pendidikan di Provinsi NTT terkait penerapan kebijakan yang dimaksud," ujar Plt Kepala Biro Kerja sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek, Anang Ristanto, kepada Republika, Selasa (28/2/2023).
Anang mengatakan, dalam setiap proses perumusan kebijakan di bidang pendidikan yang berdampak luas, sangat penting bagi pemerintah daerah untuk mempersiapkan secara matang dan memperhitungkan berbagai potensi dampak yang mungkin terjadi. Sehingga, penting juga dalam prosesnya untuk menjaring dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan masyarakat, termasuk orang tua.
"Dalam melaksanakan berbagai kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikbudristek berkomitmen untuk selalu melindungi hak siswa untuk dapat belajar dengan aman dan menyenangkan di sekolah," jelas Anang.