REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI Bambang Kristiono mengungkapkan harapannya, bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) akan dapat mengikuti dinamika perkembangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perlindungan hukum di bidang pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dengan lebih baik.
“Membuat ketentuan hukum terhadap bidang teknologi informasi yang terus berubah dengan cepat tidaklah mudah. Karakteristik aktivitas teknologi informasi di dunia siber yang bersifat lintas batas yang tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial negara,” ujar Bambang Kristiono dalam sambutanya saat memimpin pertemuan dengan Pemprov Jawa Barat, Polda dan Kajati Jawa Barat untuk menyerap masukan revisi UU ITE, di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (9/6/2023).
Lebih lanjut, Bambang Kristiono menyampaikan perlu dilakukan sinkronisasi antara RUU ITE dengan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang timbul akibat aktivitas di dunia siber.
“Meskipun aktivitas dunia siber sepenuhnya beroperasi secara virtual, namun sesungguhnya masih tetap melibatkan masyarakat yang hidup di dunia nyata. Pelaksanaan hak-hak baik di dunia nyata maupun dalam aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dalam dunia siber sangat berpotensi mengganggu ketertiban dan keadilan dalam masyarakat apabila tidak terdapat harmoni antara hukum dan teknologi informasi,” ungkapnya.
Selama ini, implementasi UU ITE menghadapi sejumlah persoalan yang perlu diatasi. Salah satu permasalahan yang muncul adalah keberatan sebagian masyarakat terhadap Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik dan/atau penghinaan melalui internet.
“UU 19/2016 yang merupakan UU ITE masih dianggap belum mampu menyelesaikan masalah yang ada, sehingga dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk memberikan pedoman terhadap beberapa pasal yang dianggap bermasalah. SKB ini kemudian memicu kontroversi di masyarakat,” ujar Bambang.
Politisi Partai Gerindra ini menekankan bahwa penerapan pasal-pasal yang dianggap bermasalah tidak hanya memicu perdebatan di masyarakat terkait dengan aspek keadilannya namun juga keprihatinan pemerintah terhadap penerapan pasal yang dianggap tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya aturan tersebut.
“Penggunaan pasal-pasal yang tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya pasal-pasal tersebut dianggap dapat menjaring subjek-subjek yang seharusnya tidak menjadi sasaran dari pengaturan Undang-Undang ini,” tegas Bambang.
“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, saat ini pembentuk undang-undang berencana akan melakukan penyempurnaan terhadap pengaturan yang ada di dalam UU ITE dengan cara mengubah dan memperbaiki beberapa materi pasal yang dianggap bermasalah,” katanya.