Ahad 30 Jul 2023 09:00 WIB

Haji Bukan Ajang Pengantar Nyawa

Kematian jamaah haji tahun ini tertinggi sejak 10 tahun terakhir.

Haji bukan ajang pengantar nyawa. Foto ilustrasi petugas membawa jamaah yang wafat usai dishalatkan di Masjidil Haram, Mekah.
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Haji bukan ajang pengantar nyawa. Foto ilustrasi petugas membawa jamaah yang wafat usai dishalatkan di Masjidil Haram, Mekah.

Oleh : Ahmad Syalaby Ichsan, Redaktur Agama Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi jamaah atau petugas haji alumni 2015, ada dua musibah besar yang mewarnai perhelatan  di Tanah Suci. Pertama adalah peristiwa jatuhnya crane, berikutnya tragedi jamaah yang tertabrak di jalur Mina. Sebanyak 160 jiwa ikut menyumbang besarnya jumlah jamaah wafat yang pada tahun itu mencapai angka 627 orang.Saya beruntung tak ikut bertugas saat tragedi tersebut berlangsung. Hanya saja, saya ikut merasakan kengerian peristiwa tersebut saat mengampu rubrik Jurnal Haji di surat kabar Republika yang kini sudah almarhum.

Jatuhnya crane di sekitar area Masjidil Haram sehari sebelum musim haji dimulai setidaknya menewaskan 111 orang. Sebanyak 36 orang di antaranya merupakan warga negara Indonesia (WNI). Crane jenis mobile tersebut berada di bagian timur Masjidil Haram tepatnya pintu As-Salam dan Maulid Nabi. Lengan mobile crane menimpa bagian atap bangunan tempat sa'i. Crane merusak lantai tiga bangunan itu. Selanjutnya, satu bagian dari crane terjatuh ke bagian pinggir area  mataf. Crane tak sanggup menahan kencangnya angin di sekitar Masjidil haram.

Tragedi di Jalan 204 di Mina tak kalah ngeri. Ada dua versi jumlah korban pada peristiwa tersebut. Menurut keterangan resmi Pemerintah Arab Saudi, jumlah korban mencapai 769 orang.Media lokal setempat yang merangkum keterangan dari negara-negara pengirim jamaah haji mengungkapkan, korban yang jatuh sebanyak 2.121 orang. Sebanyak 124 orang korban di dalamnya berasal dari Indonesia.

Penyebab banyaknya korban dari Indonesia diketahui karena jamaah kita memilih waktu melontar pada pukul 08.00 sampai 11.00. Di sanalah waktu afdal atau utama untuk melontar jamrah. Padahal, jamaah haji Indonesia sudah mendapatkan jadwal berbeda dari otoritas Arab Saudi. Sebenarnya, secara jumlah, peristiwa di Jalan 204 masih kalah horor dengan apa yang terjadi pada musim haji 1990. Setidaknya, ada 562 jamaah kita tewas berjubel di Terowongan Mina saat hendak melontar jumrah di Jamarat. Jumlah korban tewas akibat peristiwa itu berkontribusi setidaknya lebih dari 80 persen dari total jamaah wafat yang mencapai 649 jiwa.

Dari tahun ke tahun, bisa dipastikan ada saja jamaah yang wafat saat penyelenggaraan haji. Amat sulit menjamin jika semua jamaah bisa pulang dalam keadaan selamat meski tak ada peristiwa bencana seperti tragedi di Mina atau jatuhnya crane.

Sebelum menjadi petugas media center haji (MCH) 2022, saya sempat mendapat pembekalan di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, dari Kepala Pusat Kesehatan Haji ketika itu, dr Budi Sylvana Herman. Dokter asli Aceh itu mempertanyakan mengapa setiap tahun rasio jumlah kematian jamaah haji kita setiap tahun begitu tinggi yakni dua per mil atau dua kematian pada setiap seribu jamaah. Artinya, jika jamaah haji yang berangkat 200 ribu, maka ada 300 hingga 400 jamaah yang wafat.

Saat itu, dokter Budi menargetkan agar angka kematian turun menjadi satu per mil atau satu dari seribu jamaah. Angka yang kemudian berhasil diraih karena memang jamaah haji tahun 2022 mungkin menjadi jamaah dengan profil kesehatan terbaik karena Arab Saudi masih memitigasi pandemi. Saat itu, hanya jamaah yang berusia di bawah 65 tahun yang boleh berangkat. Kebijakan tersebut berhasil menekan angka kematian jamaah hingga 89 jiwa.

Saya pun berdoa jika angka kematian pada 'Haji Ramah Lansia' tahun 2023 bisa selevel dengan tahun 2022. Meski memang ada sebanyak 67 ribu jamaah berusia lebih dari 65 tahun masuk dalam rombongan kuota sebesar 229 ribu jamaah, saya kok masih optimis karena angka kematian masih terbilang rendah sebelum puncak haji. Sayangnya, angka kematian jamaah justru meningkat setelah fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna). Merujuk pada data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kemenag, lonjakan angka kematian jamaah tampak dimulai pada hari ke-35 saat jamaah wukuf di Arafah. Saat itu, tingkat kematian berada di angka 182 orang.

Jamaah yang wafat pun melonjak pada hari ke-42 atau dua hari setelah Armuzna. Ketika itu, jamaah yang meninggal menjadi 401 orang. Artinya, dalam tempo tujuh hari, ada sebanyak 219 orang yang wafat. Jumlah kematian kembali meningkat hingga hari ke-49 menjadi 555 orang. Pada 22 Juli 2023 atau penyelenggaraan operasional haji hari ke-61, ada 719 jamaah yang meninggal dunia.

Belum ada yang mengklaim apakah jumlah kematian jamaah haji Indonesia tahun ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah. Akan tetapi, merujuk pada data yang ada, jumlah kematian sejauh ini merupakan yang tertinggi setidaknya dalam tempo sepuluh tahun terakhir bahkan sebelum berakhirnya masa operasional haji pada 3 Agustus 2023.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Prof Hilman Latief juga menjelaskan, dari total jamaah haji yang wafat pada musim haji tahun 2023 in, 82,5 persennya adalah lansia di atas 60 tahun. Adapun perinciannya yaitu 35,4 persen adalah lansia 60-70 tahun, 26,6 persen lansia 70-80 tahun, 16 persen lansia 80-90 tahun, dan 3,5 persen lansia di atas 90 tahun. Sementara, jamaah wafat yang di bawah 60 tahun hanya 18 persen.

Selain tingginya jamaah lansia, cuaca ekstrem di Tanah Suci menjadi faktor pemicu tingginya angka kematian. Jamaah juga mengalami kelelahan akut. Sementara itu, keterangan dari Kapuskes Haji Kemenkes Liliek Marhaendra Susilo , faktor penyebab terbesar ratusan jamaah yang wafat tersebut karena sepsis (komplikasi infeksi) dan penyakit jantung. Angka kesakitan dan kematian jemaah haji melonjak tajam saat prosesi Mina dan pasca Armina.

Sebagai alumni petugas haji, saya enggan menunjuk hidung petugas di lapangan karena saya tahu lelahnya mereka bekerja. Meski demikian, ada satu yang boleh jadi tidak dipenuhi oleh jamaah saat berangkat yakni istitaah kesehatan haji. Kita begitu longgar dengan kondisi kesehatan jamaah yang hendak berangkat demi memuliakan mereka. Pada zaman saya, bahkan ada jamaah yang mengidap skizofernia bisa sampai ke Tanah Suci.

Untuk itu, saya mendukung penuh apa yang disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag  Prof Hilman Latief yang mengatakan, harus ada pengetatan pada aspek rekam medis calon jamaah pada musim haji tahun depan. Salah satu contohnya, syarat hasil cek kesehatan diserahkan sebelum pelunasan. Kebijakan taktis dari hulu tersebut kiranya bisa mereduksi angka kematian.

Tak hanya itu, saya mendorong agar pihak Kemenag menertibkan jika ada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) yang masih saja membuat jamaah binaannya untuk beribadah sunah berulang-ulang padahal kondisi tidak memungkinkan. Jamaah yang sudah kelelahan terlebih setelah puncak haji diharapkan untuk fokus beristirahat menunggu pulang. Selain itu, bagi jamaah yang memang berada dalam kondisi fisik rentan untuk dipulangkan terlebih dahulu (tanazul) sesuai dengan arahan menteri agama.

Faktor lainnya, keyakinan di antara jamaah bahwa meninggal di Tanah Suci menjadi satu kemuliaan merupakan tantangan tersendiri bagi para petugas. Meski ekspektasi itu juga didasari tebalnya iman, sudah waktunya para jamaah untuk meniru perspektif para ulama kita terdahulu. Mereka berbondong-bondong ke Tanah Suci demi beribadah dan menimba ilmu.

Mereka pasti punya kesempatan untuk wafat dan dimakamkan di sana. Meski demikian, mereka memilih pulang untuk menjadi agen perubahan di masyarakat. Mereka menebar kebaikan dengan usaha dan dakwahnya. Saat wafat di Tanah Air pun alam dan manusia menyaksikan bahwa mereka orang yang  mulia seperti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Busr RA. Syahdan, ada seorang arab badui berkata kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baiknya manusia?” Beliau menjawab, “Siapa yang paling panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR Tirmidzi).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement