Rabu 01 Nov 2023 04:29 WIB

Kekuasaan Inggris dan Realisasi Treaty of London 1824 di Bengkulu

Sejarah tukar menukar Bengkulu dengan Tumasik antara Inggris dan Belanda

Foto udara suasana objek wisata benteng Marlborough di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Sabtu (27/5/2023). Benteng pertahanan Inggris yang didirikan oleh East India Company tahun 1714-1719 dengan luas 4.400 meter persegi itu kini menjadi tujuan wisata sejarah paling favorit di kota Bengkulu dan dinyatakan sebagai benteng terbesar di Asia Tenggara yang pernah dibangun Inggris.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Foto udara suasana objek wisata benteng Marlborough di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Sabtu (27/5/2023). Benteng pertahanan Inggris yang didirikan oleh East India Company tahun 1714-1719 dengan luas 4.400 meter persegi itu kini menjadi tujuan wisata sejarah paling favorit di kota Bengkulu dan dinyatakan sebagai benteng terbesar di Asia Tenggara yang pernah dibangun Inggris.

 

Oleh: Yuda Benharry Tangkilisan, Didik Pradjoko, Eva Riana, Asep Abdurahman Hidayah, Shiva Alsyabani, Aulia Syaharani, akitivis program Pengabdian Masyarakat FIB UI BENTARA (Bengkulu Permata Nusantara)

Baca Juga

Praktat London merupakan perjanjian antara Inggris dan Belanda guna menuntaskan permasalahan yang terjadi setelah Perjanjian Anglo-Belanda tahun 1814.

Pihak Inggris diwakili oleh Charles Watkin dan George Canning, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Anton Reinhard Falck dan Hendrik Fagel. Traktat London diratifikasi oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Maret 1824 yang tersusun atas 17 klausul.

Perihal pertukaran wilayah antara Inggris dan Belanda diatur pada klausul 9 dan 10 dengan pelaksanaan selambat-lambatnya satu tahun hingga 1825. 

Kekuasaan Inggris di Bengkulu

Jauh sebelum kedatangan Inggris dan Belanda, kerajaan-kerajaan yang ada Bengkulu mendapat pengaruh dari Aceh dan Banten. Kemelut yang terjadi di Istana Surosowan mengurangi pengaruh Banten di Bengkulu, khususnya di antara keluarga Kerajaan Silebar.

Pamor Aceh di Bengkulu juga mulai melemah pasca berkuasanya para sultanah (penguasa perempuan) sehingga mengalihkan fokus para pembesar Kerajaan Sungai Lemau di Bengkulu Utara untuk mencari sekutu baru 

Inggris mulai mengalihkan fokusnya dari pulau Jawa setelah Banten di bawah kepemimpinan Sultan Haji menetapkan hak monopoli perdagangan lada bagi Belanda.

Inggris diusir dari Banten pada tahun 1682 dan berpikir untuk mencari daerah alternatif penghasil lada di pesisir barat pulau Sumatera. Berdasarkan saran dari kantor dagang EIC di Madras, mereka menargetkan Pariaman dan Barus yang sudah terkenal pamornya ketika itu.

Lanjutkan membaca pada halaman berikutnya...

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement