Selasa 28 Nov 2023 16:10 WIB

Jumlah Kematian Akibat Panas Ekstrem di Eropa Selama 2022 Melonjak

Penelitian menyebutkan jumlah kematian akibat panas di Eropa capai 70.000 kasus.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Jumlah kematian akibat panas ekstrem di Eropa naik selama 2022.
Foto: www.freepik.com
Jumlah kematian akibat panas ekstrem di Eropa naik selama 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para penulis studi yang dipublikasikan di The Lancet Regional Health-Europe, merevisi estimasi awal kematian yang terkait dengan rekor suhu pada tahun 2022 di benua Eropa. Setelah direvisi, peneliti memperkirakan kematian akibat panas selama musim panas 2022 di Eropa mungkin telah melampaui 70 ribu kematian.

Dalam studi sebelumnya, yang diterbitkan di Nature Medicine, tim yang sama menggunakan model epidemiologi yang diterapkan pada data suhu dan kematian mingguan di 823 wilayah di 35 negara Eropa dan memperkirakan jumlah kematian dini akibat panas pada tahun 2022 adalah 62.862.

Baca Juga

Dalam studi tersebut, para penulis mengakui bahwa penggunaan data mingguan diperkirakan akan meremehkan angka kematian akibat panas, dan menunjukkan bahwa data deret waktu harian diperlukan untuk memperkirakan secara akurat dampak suhu tinggi terhadap angka kematian.

Tujuan dari penelitian baru ini adalah untuk mengembangkan kerangka kerja teoritis yang mampu mengukur kesalahan yang timbul dari penggunaan data agregat, seperti suhu mingguan dan bulanan serta data deret waktu kematian. Model yang didasarkan pada data agregat temporal berguna karena data agregat tersedia secara real-time dari lembaga seperti Eurostat, sehingga memudahkan kuantifikasi bahaya kesehatan dalam beberapa hari setelah kemunculannya.

Untuk mengembangkan kerangka kerja teoritis, tim peneliti mengumpulkan data suhu dan kematian harian dari 147 wilayah di 16 negara Eropa. Mereka kemudian menganalisis dan membandingkan perkiraan kematian akibat panas dan dingin berdasarkan tingkat agregasi yang berbeda: harian, mingguan, dua mingguan, dan bulanan.

Analisis menunjukkan perbedaan dalam perkiraan epidemiologi menurut skala waktu agregasi. Secara khusus, ditemukan bahwa model mingguan, dua mingguan dan bulanan meremehkan efek panas dan dingin dibandingkan dengan model harian, dan bahwa tingkat underestimasi meningkat seiring dengan panjangnya periode agregasi.

Secara khusus, untuk periode 1998-2004, model harian memperkirakan kematian tahunan akibat cuaca dingin dan panas masing-masing sebesar 290.104 dan 39.434 kematian dini, sementara model mingguan meremehkan angka-angka tersebut masing-masing sebesar 8,56 persen dan 21,56 persen.

"Penting untuk dicatat bahwa perbedaannya sangat kecil selama periode cuaca dingin dan panas yang ekstrem, seperti musim panas tahun 2003, ketika perkiraan yang terlalu rendah oleh model data mingguan hanya sebesar 4,62 persen," jelas Joan Ballester Claramunt, peneliti ISGlobal yang memimpin proyek EARLY-ADAPT dari European Research Council.

Tim peneliti menggunakan kerangka teori ini untuk merevisi beban kematian yang dikaitkan dengan rekor suhu yang dialami pada tahun 2022 dalam penelitian mereka sebelumnya. Menurut perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan metodologis yang baru, studi tersebut meremehkan angka kematian akibat panas sebesar 10,28 persen, yang berarti beban kematian akibat panas yang sebenarnya pada tahun 2022, yang diperkirakan dengan menggunakan model data harian, adalah 70.066 kematian, bukan 62.862 kematian seperti yang diperkirakan sebelumnya.

"Secara umum, kami tidak menemukan model yang didasarkan pada data agregat bulanan yang berguna untuk memperkirakan dampak jangka pendek dari suhu lingkungan. Tapi, model yang didasarkan pada data mingguan menawarkan ketepatan yang cukup dalam estimasi kematian yang berguna dalam praktik real-time dalam pengawasan epidemiologi dan untuk menginformasikan kebijakan publik seperti, misalnya, aktivasi rencana darurat untuk mengurangi dampak gelombang panas dan cuaca dingin,” jelas Ballester seperti dilansir Phys, Selasa (28/11/2023).

Merupakan suatu keuntungan dalam bidang penelitian ini untuk dapat menggunakan data mingguan karena para peneliti sering menghadapi hambatan birokrasi yang membuatnya sulit atau tidak mungkin untuk merancang studi epidemiologi berskala besar berdasarkan data harian.

“Ketika data harian tidak tersedia, penggunaan data mingguan, yang mudah diakses untuk Eropa secara real-time, adalah solusi yang dapat menawarkan perkiraan yang baik dari estimasi yang diperoleh dengan menggunakan model data harian,” jelas dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement