Jumat 15 Dec 2023 12:10 WIB

Kementerian ATR Dorong Seluruh Pihak Jaga Fungsi RTH

Hal ini untuk menghindari adanya kerugian negara sekaligus menjaga lingkungan.

Pj Wali Kota Kendari, Asmawa Tosepu dan Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Dwi Hariyawan
Foto: Kementerian ATR/BPN
Pj Wali Kota Kendari, Asmawa Tosepu dan Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Dwi Hariyawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendorong seluruh pihak untuk menjaga fungsi ruang terbuka hijau (RTH). Hal ini untuk menghindari adanya kerugian negara sekaligus menjaga lingkungan.

Terkait hal itu, bangunan ilegal berupa Rumah Makan Kampung Mangrove dan Gelanggang Olah Raga (GOR) bulu tangkis di kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terletak di Kendari, Sulawesi Tenggara telah dibongkar paksa. Hal tersebut turut disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Kementerian ATR/BPN, Dwi Hariyawan. 

Baca Juga

Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Ariodillah Virgantara mengungkapkan, hasil Audit Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendari dan Konawe Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2019 menyebutkan bahwa RM Kampung Mangrove dan GOR bulu tangkis di kawasan Hutan Mangrove tersebut telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Kendari Tahun 2010-2030, yang menjelaskan bahwa pada kawasan lindung tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan sebagai kegiatan usaha dan kegiatan dengan intensitas tinggi. 

“Kami melakukan overlay peta dengan citra satelit resolusi tinggi dan ditemukan bangunan ilegal tersebut menempati lahan negara seluas 0,04 hektare (440m2), serta terbukti melanggar (Perda) Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Kendari. Pemilik bangunan ilegal tersebut diketahui melakukan kegiatan usaha tanpa memiliki izin pemanfaatan ruang yang disetujui. Selain itu, ditemukan penambahan bangunan di kawasan tersebut,” sebut Ariodillah dalam keterangan resmi, Kamis (14/12/2023).

Dwi memaparkan, berdasarkan hasil overlay yang dilakukan Ditjen PPTR pada tahun 2019 tersebut, Pemerintah Kota Kendari telah melakukan sanksi administratif melalui surat edaran dari Direktorat Jenderal PPTR c.q. Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang sesuai amanat Undang-Undang No.26 Tahun 2007 dan Peraturan Walikota Kendari Nomor 55 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Pelanggaran Pemanfaatan Ruang. Adapun sanksi administratif yang diberikan bagi pelanggar di antaranya peringatan tertulis dan pemasangan segel penghentian kegiatan hingga penutupan lokasi. Pasalnya, hingga surat peringatan terakhir diberikan, pelanggar tak kunjung melaksanakan ketentuan yang diarahkan dalam surat tersebut.

Pj Wali Kota Kendari, Asmawa Tosepu menambahkan, proses pemberian sanksi ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Kendari sejak tahun 2020. Didahului pemberian surat panggilan pertama pada 3 Juni 2020, lalu panggilan kedua pada 7 Juli 2020, kemudian penyampaian surat peringatan 20 Juli 2020 dan Surat Penghentian sementara kegiatan tanggal 10 Agustus 2020. 

“Namun, surat peringatan tersebut diabaikan oleh pemilik RM Kampung Mangrove dan GOR bulu tangkis, sehingga pada 11 November 2020 Dinas PUPR mengirimkan surat penutupan lokasi, sekaligus kami dari Ditjen PPTR Kementerian ATR/BPN mendampingi Pemerintah Kota Kendari untuk melakukan penyegelan bangunan dan pemasangan garis polisi,” imbuh Asmawa. 

Selanjutnya, jelas Asmawa, pada 9 Desember 2020, pemilik RM Kampung Mangrove telah menandatangani surat pernyataan pembongkaran mandiri, namun tidak dilakukan oleh pemilik. Tidak tuntas pada tahun 2020, Dinas PUPR kembali bersurat melakukan pemanggilan pertama dan kedua, lalu memberikan surat peringatan pada tahun 2021. Tetapi, tidak dihiraukan.

Pada 26 Agustus 2023, Dinas PUPR kembali melayangkan surat perintah pembongkaran mandiri. Dalam surat tersebut, pemilik RM Kampung Mangrove diberikan waktu 14 hari untuk melakukan pembongkaran mandiri dan melakukan pengembalian fungsi ruang terhadap lokasi yang ditempati RM Kampung Mangrove yang berada di Ruang Terbuka Hijau dan sempadan sungai. Sayangnya, pemilik kembali tidak menghiraukan surat tersebut. 

Dwi menekankan, Direktorat Jenderal PPTR mendukung serta mengedepankan penegakan hukum yang mengakar pada asas ultimum remedium melalui pemberian sanksi administratif dengan menghentikan layanan umum dan membongkar paksa bangunan ilegal di kawasan Hutan Mangrove itu sebelum memprosesnya secara pidana yang berpedoman pada UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Adapun, lanjutnya, pemberian sanksi administratif ini dilakukan melalui beberapa upaya, antara lain penghentian pelayanan umum, penghentian kegiatan, dan pembongkaran bangunan.

“Dalam kasus RM Kampung Mangrove, pemberian sanksi administratif dengan menghentikan layanan umum seperti pemutusan listrik dan membongkar paksa bangunan ilegal di kawasan Hutan Mangrove. Tepat pada 23 November 2023, Tim Pemerintah Kota Kendari didampingi Ditjen PPTR Kementerian ATR/BPN melakukan pembongkaran paksa,” tegas Dwi.  

Jika ditelusuri lebih dalam, Ariodillah menyampaikan, jumlah kerugian yang ditanggung negara akibat bangunan ilegal di kawasan Hutan Mangrove tersebut diperkirakan mencapai Rp 1 miliar pada tahun 2022. Hitungan ini melibatkan tim ahli dari Institut Pertanian Bogor.

"Sehingga, dapat dikatakan pembongkaran paksa tersebut sudah tepat karena tak hanya melanggar RTRW Kendari tetapi juga beroperasi secara ilegal di luar SHM lantaran berada di wilayah RTH milik negara. Hal ini saya kira tepat untuk dilakukan agar pelanggaran pemanfaatan ruang dihentikan dan tertib tata ruang dapat tercapai,” ungkap Dirjen PPTR, Dwi Hariyawan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement