Ahad 14 Jan 2024 05:05 WIB

Terima Kasih Afrika Selatan, Nelson Mandela Pasti Sangat Bangga

Gugatan Afsel terhadap Israel ke ICJ mewarisi cinta Nelson Mandela terhadap Palestina

 Menteri Kehakiman Afrika Selatan Ronald Lamola hadir saat akan digelar sidang kasus genosida terhadap Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan  di Mahkamah Internasional (ICJ),di The Hauge, Belanda, (11/1/2024).
Foto: ANP
Menteri Kehakiman Afrika Selatan Ronald Lamola hadir saat akan digelar sidang kasus genosida terhadap Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ),di The Hauge, Belanda, (11/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, jurnalis Republika.

"Sangat tegas (sikap) dari para pendiri negara kami, bahwa Afrika Selatan tidak akan (benar-benar) bebas sampai bangsa Palestina juga terbebaskan."

Kalimat itu keluar dari mulut Menteri Kehakiman Afrika Selatan (Afsel), Ronald Lamola, kepada Al Jazeera, seusai sidang perdana gugatan kasus genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza digelar di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag Belanda, pada Kamis (11/1/2024).

Siapa lagi pendiri bangsa yang dimaksud oleh Lamola kalau bukan mendiang Nelson Mandela, mantan presiden Afsel yang meninggal 10 tahun lalu. Mandela pasti sangat bangga terhadap bangsanya yang telah gagah berani menginisiasi gugatan ke ICJ, memaksa Israel untuk diadili atas aksi genosida mereka di Gaza selama tiga bulan terakhir.

Sedikit kilas balik ke Februari 1990. Hampir sebulan setelah Mandela bebas dari penjara, ia melawat ke Zambia, tuan rumah Kongres Nasional Afrika (ANC), di mana saat ia mendarat di Lusaka, ia disambut hangat oleh para pemimpin anti-apartheid saat itu seperti Kenneth Kaunda sampai Robert Mugabe.

Namun, kesan yang paling membekas bagi Mandela adalah sambutan dari seorang pemimpin yang secara fisik sangat berbeda dengan yang lain. Orang itu adalah pemimipin PLO, Yasser Arafat, yang menyambut Mandela dengan tampilan khas, kain kiffiyeh jadi penutup kepalanya. Mandela yang berpostur 193 cm sampai harus membungkuk agar bisa cipika-cipiki dengan Arafat.

Seperti ingin membalas dukungan Arafat kepadanya, tiga bulan setelah perjumpaan di Lusaka, Mandela hadir di pertemuan tingkat tinggi ANC di Aljazair dengan tampilan gulungan kiffiyeh di lehernya. Hingga Mandela menjadi presiden pertama Afsel yang dipilih secara demokratis, Mandela terus merasakan ikatan kuat dengan rakyat Palestina. 

Pada 1997, saat menyoroti perjuangan ANC, Mandela pernah berujar bahwa keberhasilan negaranya terbebas dari rezim apartheid, “tidak akan lengkap tanpa kebebasan rakyat Palestina”. Sepenggal wasiat yang kemudian melegenda.

Tak lama setelah wafatnya Arafat pada 2004, Mandela memberikan penghormatan terakhir dengan mengatakan bahwa meninggalnya Arafat sebagai pukulan telak bagi semua bangsa yang masih bejuang melawan penindasan. Bagi Mandela, Arafat bukan hanya ikon perlawanan rakyat Arab, melainkan juga simbol perjuangan bangsa-bangsa di dunia yang masih merasakan penindasan.

Tiga tahun setelah Mandela mangkat pada 5 Desember 2013, rakyat Palestina membalas jasa-jasa Mandela dengan membangun patung raksasa di Ramallah, Tepi Barat. Sehari sebelum dakwaan terhadap Israel di ICJ dibacakan, puluhan warga Palestina berkumpul di depan patung Madiba, mereka menyuarakan ucapan terima kasih kepada Afsel karena telah menyeret Zionis Israel ke Mahkamah Internasional.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement