REPUBLIKA.CO.ID, NATUNA -- Wakil Bupati Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Rodhial Huda mengatakan memperbanyak geosite dan geopark jadi salah satu jurus untuk melindungi kekayaan alam Natuna.
Sebagai daerah yang ingin mengembangkan ekowisata, aspek lingkungan tentu menjadi perhatian. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran terjadinya perusakan lingkungan sehingga berdampak pada potensi pariwisata di Natuna.
"Ketika sudah jadi geopark dan geosite, maka tidak bisa diganggu gugat. Kabupaten hanya bisa bermain di tata ruang," katanya saat ditemui di kediamannya, Senin (13/5/2024).
Rodhial mencontohkan soal sampah. Masyarakat Natuna sebetulnya tidak mencemari lingkungan. Masyarakat membuang sampah organik ke laut, seperti tulang ikan atau daun pisang.
Namun, hal itu berubah ketika muncul plastik dan masyarakat membuangnya ke laut. Di sinilah perlunya edukasi bahwa plastik tidak boleh dibuang ke laut.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah penambangan pasir kuarsa. Aktivitas pertambangan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.
Rodhial menilai perlu adanya alternatif usaha lain sehingga masyarakat tidak terfokus pada tambang karena tambang tidak banyak menguntungkan masyarakat. Masyarakat butuh pengalihan bidang lain yang menghasilkan uang sehingga mereka melupakan hal yang mendatangkan uang tapi merusak lingkungan. Sayangnya, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan mengeluarkan atau membatalkan izin tambang.
"Ini harus jadi mindset kita. Dan ini tidak bisa tanpa branding yang kuat," katanya.
Kabupaten Natuna dikenal sebagai kawasan geopark nasional. Ada sembilan geopark yang tersebar di Natuna.
Geopark adalah sebuah wilayah geografi yang memiliki warisan geologi dan keanekaragaman geologi yang bernilai tinggi, termasuk di dalamnya keanekaragaman hayati dan keragaman budaya yang menyatu di dalamnya. Geopark dikembangkan dengan tiga pilar utama, yaitu konservasi, edukasi dan pengembangan ekonomi lokal.
Rodhial mengakui masyarakat belum sepenuhnya menerima adanya geopark. Sebabnya, geopark bukan diusulkan oleh masyarakat Natuna tapi dari pemerintah pusat.
Dia menceritakan Natuna menjadi geopark karena Kementerian Luar Negeri membutuhkan soft diplomacy maritime supaya orang tahu Natuna ini milik Indonesia. "Maka ditetapkan sebagai geopark nasional supaya menjadi global geopark UNESCO yang diakui PBB," ujarnya.
Ketua Natuna Geopark Youth Forum Ryannaldo mengakui pemahaman masyarakat tentang geopark masih kurang. Karena itulah organisasinya fokus pada upaya edukasi.
"Sasaran edukasi kami adalah siswa dan mahasiswa, jadi setiap tahun kami ke sekolah-sekolah," ujarnya kepada Republika, Senin.
Selain memberikan pemahaman ke sekolah, Ryannaldo juga mengatakan organisasinya memiliki program mengajak siswa kemping di situs geopark. Kurangnya minat siswa terhadap geopark menjadi tantangan di lapangan bagi Ryannaldo.
Namun, PR besarnya justru memperkenalkan geopark ke masyarakat umum. "Untuk penilaian UNESCO sebetulnya asesornya langsung ke masyarakat," ujarnya.