Ahad 08 Sep 2024 14:15 WIB

Perlu Kolaborasi Antarnegara untuk Tangani Krisis Iklim

Transisi energi bukan sekadar peluang untuk mengurangi perubahan iklim.

Rep: Lintar Satra/ Red: Satria K Yudha
Krisis iklim (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Krisis iklim (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerja sama serta kolaborasi antarnegara merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia. Hal tersebut disampaikan Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin.

“Untuk mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia, kita memerlukan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan negara berkembang, tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan. Kolaborasi bukanlah pilihan, melainkan keharusan,” kata Rachmat di Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF 2024), Jumat (6/9/2024).

Rachmat memaparkan bahwa Indonesia tidak dapat mencapai skala perubahan yang dibutuhkan dalam hal ini dalam mengatasi perubahan iklim tanpa kolaborasi dan investasi dari negara-negara maju, serta tanpa riset dan teknologi yang dapat diakses, dan tanpa pendanaan yang menguntungkan negara-negara berkembang sekalipun.  Rachmat memastikan komitmen Indonesia terhadap Net Zero.

“Pak (Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan) juga menyebutkan tentang pentingnya membawa narasi negara-negara berkembang, sebab untuk menciptakan kolaborasi, kita harus saling memahami, dan jelas negara-negara berkembang lebih memahami isu ini, mereka memiliki lebih banyak akses ke teknologi, tetapi mungkin kurang memahami apa yang terjadi di tempat-tempat seperti Indonesia. Itulah sebabnya kami membawa diskusi penting ini lebih dekat ke rumah, di sini, di ISF di Jakarta,” kata Rachmat.

Rachmat menjelaskan telah dilakukan kerja sama di hari pertama pelaksanaan ISF 2024 dengan di antaranya telah dilaksanakan lima plenary sections, enam thematics, tiga high level dialogues, tiga interactive mini-sessions serta 14 MOUs and partnerships.

“Jadi kami memiliki beberapa kolaborasi dalam forum ini. Dengan demikian, kita dapat mulai melakukan sesuatu hari ini dengan hal yang baik dan ini tidak hanya jumlahnya yang mengesankan, tetapi kedalaman dan kekayaan diskusi benar-benar sangat menonjol. Kami berhasil membawa percakapan kritis ini lebih dekat, menciptakan dialog yang bermakna dan berdampak, serta menyaksikan pertukaran yang penuh semangat dan mengumpulkan wawasan yang tak ternilai di berbagai topik. Izinkan saya untuk menyoroti beberapa hal penting dari sesi kemarin,” kata Rachmat.

Ia mengatakan transisi energi merupakan masalah rumit yang perlu diatasi dari berbagai sudut pandang. Meskipun sains, teknologi, dan solusi saat ini belum sempurna, semuanya sudah membuat perbedaan, dan akan terus berkembang.

"Untuk menjaga momentum, kita perlu berinvestasi lebih banyak dalam teknologi, penelitian dan pengembangan, infrastruktur energi, proyek hijau, dan yang terpenting, pada sumber daya manusia kita,” tambahnya.

Rachmat juga menekankan transisi energi bukan sekadar peluang untuk mengurangi perubahan iklim, namun juga merupakan kesempatan untuk mengamankan energi yang terjangkau dan mendorong pertumbuhan ekonomi—tanpa mengorbankan salah satunya. “Setiap orang dan segala hal harus beradaptasi dengan kebijakan, struktur pembiayaan, praktik industri, dan perilaku konsumen semuanya perlu berkembang," kata Rachmat.

Ia mengatakan tantangan ini melampaui politik, yang mana semua pihak perlu menyebarkan pemahaman dan mendorong tindakan kolektif di masyarakat. Ia menambahkan setiap negara memiliki titik awal yang berbeda dan menghadapi tantangan yang unik, namun dapat berbagi kesempatan untuk berkontribusi pada gerakan keberlanjutan global.

"Berkali-kali saya merasakan semangat kolaborasi terbuka, dan saya tetap berharap, bahkan optimis, bahwa bersama-sama kita dapat membangun dunia yang berkelanjutan,” kata Rachmat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement