Rabu 11 Sep 2024 07:02 WIB

Pemerintah Akan Gunakan Nuklir pada 2032 untuk Percepat Capaian EBT 2060

Dalam RPP KEN) nuklir mulai masuk sebanyak 250 megawatt.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Lida Puspaningtyas
Konferensi pers pembukaan Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024, di Hotel JW Marriott, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Foto: Frederikus Bata
Konferensi pers pembukaan Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024, di Hotel JW Marriott, Jakarta, Selasa (10/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah mengembangkan energi nuklir sebagai salah satu sumber tenaga kelistrikan terus dibahas. Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN) nuklir mulai masuk di 2032 sebanyak 250 megawatt (MW).

Sebelumnya, nuklir jadi energi alternatif dalam target implementasi Energi Baru Terbarukan. Kini didorong jadi salah satu yang utama. Mengapa demikian?

Baca Juga

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (Sekjen DEN) Djoko Siswanto menjawab hal itu. Mereka menganalisis yang bisa menggantikan batu baru dengan durasi penggunaan dalam waktu yang lama adalah nuklir. Potensi EBT lainnya, sudah terpakai semuanya pada 2040.

"Nah selanjutnya di 2060 tinggal nuklir," kata Djoko dalam konferensi pers pembukaan Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024 di Hotel JW Marriott, Jakarta, Selasa (10/9/2024).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi menjelaskan nuklir masuk dalam jenis Energi Baru. Dua lainnya yakni Amoni (NH3), dan Hidrogen (H2). Selain dari tiga ini, masuk kategori energi terbarukan.

Mengenai detail kelanjutan rencana penggunaan energi nuklir masih dibahas. Pemerintah akan membentuk Nuclear Program Implementation Organization (NEPIO). Pekan depan rencana tersebut siap dilaporkan ke International Atomic neergy Agency (IAEA). IAEA berkedudukan di Wina, Austria.

NEPIO, jelas dia, merupakan organisasi non-biding. Presiden langsung menjadi ketuanya. Lalu ada ketua harian dari kementerian terkait.

"Ada pengawasan terhadap implementasi nuklirnya. Di dalamnya ketuanya Presiden Lalu ketua hariannya bisa kementerian ESDM Lalu mungkin ada pokja-pokja yang akan mengidentifikasikan perencanaannya seperti pembangunannya seperti apa," tutur Eniya.

Tak hanya sekadar perkara teknis. Pemerintah dan berbagai pihak, juga membahas sisi hukumnya. Sehingga bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Pada dasarnya, kata dia, ketika suatu negara mengimplementasikan nuklir sebagai pembangkit listrik, tidak wajib memiliki NEPIO. Tapi dibutuhkan saat ini karena menghadirkan Presiden di sana. Pembangunan pembangkit listrik ini, tidak akan selesai dalam satu periode kabinet.

"At least baru masuk on grid itu di 2032, jadi masih sembilan tahun ke depan," ujar Eniya.

Dibangunnya pembangkit listrik menggunakan tenaga nuklir bagian dari upaya pemerintah mencapai target nasional. Apalagi kalau bukan Net Zero Emission (NZE) di 2060. Pada tahun itu, kapasitas terpasang dari pembangkit listrik EBT diharapkan berada di angka 378,5 GW. Sebagian besar berasal dari tenaga surya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement