Rabu 13 Nov 2024 17:30 WIB

Mengejar Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen dengan Inisiatif Hijau

PLN sedang mengumpulkan data terkait potensi permintaan energi masa depan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Suasana pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29, Senin (11/11/2024), di Baku, Azerbaijan.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Suasana pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29, Senin (11/11/2024), di Baku, Azerbaijan.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU — Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi, membahas tantangan dan potensi pengembangan energi terbarukan di Indonesia dalam COP29 di Baku, Azerbaijan. Evy menyoroti visi Asta Cita, yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan swasembada energi dalam empat hingga lima tahun ke depan.

Hal ini, katanya, harus dicapai dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan yang melimpah di Indonesia. Evy menjelaskan saat ini PLN sedang mengumpulkan data terkait potensi permintaan energi masa depan. Salah satu faktor utama adalah kebutuhan energi untuk fasilitas smelter di Sulawesi dan wilayah timur Indonesia yang masih berkembang.

Baca Juga

"Dan tentu saja ini harus kami lakukan dengan pengembangan energi baru terbarukan yang kita miliki dalam sumber daya kami," katanya di Paviliun Indonesia dalam perhelatan COP29 Selasa (12/11/2024). Ia menggarisbawahi pentingnya penyediaan listrik yang berkelanjutan dalam mendukung visi ekonomi negara.

Evy menegaskan PLN berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, meskipun target ini tertinggal dari beberapa negara tetangga seperti Malaysia yang menargetkan pencapaian nol emisi pada tahun 2050. Evy menjelaskan meskipun intensitas emisi PLN mulai berkurang pada tahun 2020, perusahaan berencana mengurangi intensitas ini hingga setengahnya pada tahun 2040.

“Tetapi kami masih mengeluarkan emisi dan mencapai puncaknya pada tahun 2030 karena kami masih memiliki beberapa pembangunan dan juga permintaan yang meningkat," jelasnya.

Sebagai bagian dari upaya mengurangi emisi, PLN menjalankan kebijakan coal phase-down. Menurut Evy, penggunaan batu bara di Indonesia akan berkurang drastis hingga mencapai sekitar 5 persen pada tahun 2040, turun dari 30 persen. Sebanyak 19 gigawatt pembangkit batu bara akan tetap ada, yang akan digabungkan dengan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) pada 2060 untuk meminimalkan dampak emisi.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021–2030, PLN menargetkan 52 persen atau sekitar 21 gigawatt kapasitas dari energi terbarukan. Namun, perkembangan baru serta kebijakan nasional yang membatasi ekspor bahan mentah dan datangnya investasi baru yang membangun smelter baru yang menaik permintaan membuat perusahaan perlu menyesuaikan rencana tersebut. Dalam RUPTL terbaru yang akan diterbitkan, PLN berencana meningkatkan porsi energi terbarukan hingga 25 persen pada tahun 2040.

Pembangunan pusat data dan permintaan energi yang terus meningkat juga menjadi fokus PLN dalam pengembangan infrastruktur energi terbarukan. Evy menegaskan pengembangan energi terbarukan di Indonesia tidak bisa tercapai tanpa adanya transisi energi yang didukung oleh jaringan transmisi.

"Tidak ada transisi tanpa transmisi," tegasnya. Untuk mengakomodasi permintaan ini, PLN memproyeksikan kebutuhan kapasitas baru sekitar 75 gigawatt energi terbarukan dan 25 gigawatt gas antara 2023 dan 2040, sehingga total kapasitas mencapai 100 gigawatt. Sebagai perbandingan, saat ini kapasitas pembangkit listrik terbarukan di Indonesia mencapai sekitar 70 gigawatt.

PLN juga berencana membangun sekitar 70.000 kilometer jalur transmisi guna menghubungkan sumber daya energi terbarukan, seperti panas bumi, dengan pusat-pusat permintaan di pulau-pulau besar. Tantangan geografis sebagai negara kepulauan menjadi salah satu kendala dalam pembangunan jaringan ini.

"Berbeda dengan Eropa yang memiliki daratan luas, Indonesia adalah negara kepulauan dengan sekitar 70.000 pulau," kata Evy.

Hal ini menuntut PLN untuk membangun jaringan yang fleksibel, termasuk pengembangan smart grid guna meningkatkan kapasitas energi surya dan angin hingga 40 gigawatt dalam 20 tahun ke depan.

Evy juga menyebutkan pentingnya penerapan smart grid untuk mendukung penetrasi energi variabel, seperti tenaga surya dan angin. Tanpa teknologi ini, PLN hanya dapat membangun sekitar 5 gigawatt. Namun, dengan smart grid, PLN dapat meningkatkan kapasitas tersebut hingga 40 gigawatt dalam dua dekade ke depan.

Selain itu, PLN tengah memetakan potensi energi di kawasan timur Indonesia yang kaya akan sumber daya, namun belum memiliki cukup pasokan listrik. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seperti Sorong dan Timika, serta KSPN Raja Ampat yang menjadi pusat maritim dan perikanan terintegrasi, menjadi fokus pengembangan. Di Papua, PLN berencana membangun kapasitas tambahan sebesar 1 gigawatt, yang diharapkan dapat meningkatkan PDB regional Papua hingga 240 persen.

Evy menegaskan upaya PLN untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen tidak hanya membutuhkan investasi besar, tetapi juga sinergi antara pemerintah, investor, dan masyarakat. Dibutuhkan sekitar 170 miliar dolar AS untuk mencapai target pembangunan energi terbarukan dalam 40 tahun mendatang.

"Ini adalah salah satu rencana kami untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen seperti yang disampaikan oleh presiden kami," kata Evy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement