Senin 18 Nov 2024 19:07 WIB

Pekan Pertama COP29 Diwarnai Banyak Polemik

Para aktivis mengecam COP29 karena terlalu terikat pada bahan bakar fosil.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Delegasi mengikuti pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29, Senin (11/11/2024), di Baku, Azerbaijan.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Delegasi mengikuti pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29, Senin (11/11/2024), di Baku, Azerbaijan.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Ada banyak polemik selama pekan pertama Pertemuan Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan. Polemik itu mulai dari pidato pembukaan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev yang tidak hanya menyerang Armenia dan media-media arus utama Barat, tapi juga menyebut minyak dan gas penyebab perubahan iklim sebagai "hadiah dari tuhan."

Ia juga berseteru dengan Prancis yang mendorong Menteri Iklim Prancis membatalkan perjalanannya ke Baku. Pemerintah Argentina juga menarik tim negosiasinya dari COP29 tiga hari setelah pertemuan tersebut dibuka.

Baca Juga

Pada saat yang sama, surat yang ditandatangani mantan sekretaris jenderal PBB dan mantan negosiator iklim terkemuka menyerukan reformasi dramatis dalam perundingan tersebut. Namun, beberapa penulis mengatakan surat tersebut disalahartikan.

Para aktivis mengecam COP29 karena terlalu terikat pada bahan bakar fosil. Mereka merujuk fakta tuan rumah Azerbaijan merupakan produsen minyak dan lebih dari 1.700 orang yang terkait dengan industri bahan bakar fosil menjadi bagian dari perundingan tersebut.

"COP bekerja berdasarkan taktik yang tidak sehat, COP bekerja berdasarkan rasa takut kita tidak akan mencapai kesepakatan pada akhirnya, yang membuat prosesnya tampak kacau dari luar," kata penasihat khusus iklim Bank Pembangunan Antar-Pemerintah Negara Amerika (IADB) Avinash Persaud, Ahad (17/11/2024).

Para menteri di COP29 juga harus melapor ke atasan mereka yang sedang berkumpul di pertemuan G20 di Rio de Janeiro, Brasil. G20 terdiri dari negara-negara terkaya di dunia, yang juga bertanggung jawab atas 77 persen emisi gas rumah kaca yang memanaskan bumi.

Biasanya di pekan kedua, tuan rumah dan Presidensi COP29 mengambilalih keputusan Pertemuan Perubahan Iklim PBB dan mendorong kesepakatan. Namun setiap Presidensi memiliki gaya yang berbeda.

Presidensi COP28 tahun lalu mendorong agar kesepakatan segera tercapai, membuat sebagian pihak terganggu. Pengamat menilai Presidensi COP29 Mukhtar Babayev mengambil pendekatan yang berbeda di Pertemuan Perubahan Iklim PBB tahun ini.  

"Apa yang saya lihat dari Mukhtar adalah ia menggunakan kehadiran yang lembut, ada kerendahan hati dari kehadirannya," kata Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB Inger Andersen.

Namun, menurut direktur lembaga think tank Power Shift Africa Mohammed Adow mengatakan, Presidensi tidak memberi harapan bagaimana mencapai kesepakatan yang tepat. Dalam pernyataannya, Babayev cukup optimistis mengenai jalannya negosiasi.

"Kami mencapai kemajuan yang baik di pekan pertama, kami positif tapi masih banyak yang perlu dilakukan, keberhasilan tidak tergantung pada satu negara atau pihak tertentu, membutuhkan kami semua," katanya.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement