Rabu 28 May 2025 07:47 WIB

RDF Rorotan Dinilai tak Efektif Kelola Sampah Jakarta

Kota-kota besar dunia sudah banyak beralih dari teknologi RDF.

Suasana di salah satu area di Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Rorotan, Jakarta, Selasa (25/3/2025). Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta berkomitmen untuk terus meningkatkan pengelolaan RDF agar lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak bagi warga sekitar. Saat ini sisa sampah yang ada di bunker RDF Plant Rorotan itu telah diangkut ke TPS Bantargebang Bekasi serta dan beberapa langkah telah dilakukan, termasuk penambahan deodorizer untuk mengurangi bau tidak sedap serta penanganan kesehatan bagi warga sekitar yang terdampak operasional RDF.
Foto: Republika/Prayogi
Suasana di salah satu area di Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Rorotan, Jakarta, Selasa (25/3/2025). Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta berkomitmen untuk terus meningkatkan pengelolaan RDF agar lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak bagi warga sekitar. Saat ini sisa sampah yang ada di bunker RDF Plant Rorotan itu telah diangkut ke TPS Bantargebang Bekasi serta dan beberapa langkah telah dilakukan, termasuk penambahan deodorizer untuk mengurangi bau tidak sedap serta penanganan kesehatan bagi warga sekitar yang terdampak operasional RDF.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, Jakarta Utara, dinilai tidak efektif mengurangi timbulan sampah Jakarta. Dari 2.500 ton per hari sampah yang masuk ke RDF Rorotan, hanya 875 ton yang menjadi bahan bakar alternatif bagi industri.

“Efektifitasnya maksimal hanya 35 persen, yang diolah menjadi bahan bakar alternatif. Sisanya tetap menjadi sampah yang akan menumpuk di dalam area RDF Rorotan,” kata pengamat kebijakan publik dan lingkungan Sigmaphi Indonesia, Gusti Raganata, dalam keterangan tertulis, Rabu (28/5/2025).

Baca Juga

Volume sampah yang dikeringkan dan berhasil diolah menjadi bahan bakar alternatif berupa pelet sangat kecil dibandingkan volume sampah yang masuk. Lama kelamaan, kata Gusti, sampah akan menumpuk di area RDF Rorotan.

Jika tumpukan sampah di area RDF semakin penuh, berpotensi menyebabkan bencana lingkungan, antara lain longsor, kebakaran, ledakan, dan pencemaran udara. “Nantinya Pemerintah Provinsi Jakarta akan mencari lahan baru untuk membangun RDF plant lagi, begitu seterusnya jika tetap menggunakan RDF dalam mengolah sampah,” kata Gusti, yang juga pendiri start-up bidang sampah Envmission.

Padahal lahan di Jakarta semakin sempit. Tidak mudah mendapatkan lahan untuk membangun RDF Plant, kecuali dengan harga sangat mahal. Tak heran kota-kota besar di dunia saat ini tidak menggunakan RDF plant untuk mengolah sampah.

Berbeda dengan Jakarta yang masih menggunakan RDF plant meski RDF tidak dapat mengolah sampah dengan cepat. Padahal timbulan sampah di Jakarta termasuk di Bantargebang sudah darurat.

“Tidak benar apa yang dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Hanif bahwa teknologi RDF sudah sangat mumpuni,” kata Gusti, yang juga lulusan magister kebijakan publik Universitas Tokyo.

Gusti menambahkan, teknologi RDF sudah seringkali gagal diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia. "Teknologi RDF terbukti gagal diimplementasikan beberapa wilayah daerah seperti Cirebon, Bali, maupun di Bantar Gebang," kata dia.

Pengelolaan sampah dari RDF Plant memang bisa menghasilkan bahan bakar alternatif yang digunakan pabrik semen dan pembangkit listrik. Namun, menurut Gusti, belum tentu bahan bakar alternatif itu sesuai dengan kebutuhan dan bisa digunakan dengan baik oleh pabrik semen dan pembangkit listrik.

Selain itu, Gusti juga menilai pelet dari pengelolaan sampah dengan RDF justru berpotensi memperpanjang usia Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara. Gusti juga membandingkan RDF dengan intermediate treatment facility (ITF) yang lebih banyak digunakan di kota-kota besar di dunia. Menurut dia, Jepang, Singapura, dan banyak negara Eropa menggunakan ITF karena lebih ramah lingkungan dan menghasilkan listrik.

Jakarta telah melelang pelaksana proyek ITF namun hingga kini tidak direalisasikan, diduga karena banyak pihak yang terancam kehilangan penghasilan jika proyek ITF berjalan. Saat ini APBD Jakarta yang dihabiskan untuk mengatasi sampah mencapai Rp 3,4 triliun per tahun. Sebanyak Rp 2,9 triliun habis untuk mengolah dan mengangkut sampah. Sekitar Rp 500 miliar habis untuk mengelola dan menyewa lahan TPA di Bantargebang, Kota Bekasi.

Saat ini operasional RDF Rorotan, Jakarta Utara dihentikan sementara karena menimbulkan bau busuk dan menyebarkan asap hitam ke kawasan perumahan sekitar. Warga berulang kali menggelar demonstrasi dan menyampaikan penolakan proyek Pemprov Jakarta itu.

Pekan lalu, Menteri LH Hanif meminta RDF Rorotan dioperasikan kembali selambatnya pada Juni 2025. Permintaan ini lebih cepat dari rencana awal Dinas Lingkungan Hidup Jakarta yang ingin membuka kembali fasilitas tersebut pada September mendatang.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement