REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSEUMAWE - Sinergi Bea Cukai Lhokseumawe dengan TNI, Polri, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) membuahkan hasil signifikan. Sepanjang semester pertama tahun 2025, Bea Cukai Lhokseumawe mencegah berbagai upaya penyelundupan barang impor ilegal, peredaran rokok ilegal, serta pengedaran narkotika dengan total barang bukti mencapai lebih dari 1,1 ton.
Kepala Kantor Bea Cukai Lhokseumawe Agus Siswadi mengatakan penindakan ini merupakan bagian dari operasi gabungan yang dilakukan secara intensif di wilayah kerjanya yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Utara, Bener Meriah, Bireuen, dan Kota Lhokseumawe.
“Hasil ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi semua pihak dalam menjaga kedaulatan negara, menegakkan hukum, dan menyelamatkan generasi muda dari ancaman narkoba,” ujar Agus.
Selama periode Januari hingga Juni 2025, Bea Cukai Lhokseumawe mencatat sejumlah penindakan signifikan di wilayah pengawasannya. Salah satu kasus menonjol adalah penemuan lima unit sepeda motor mewah dan dua koli suku cadang kendaraan bermotor tanpa dokumen kepabeanan yang diduga merupakan barang impor ilegal.
Barang-barang tersebut ditemukan di sebuah gudang terpencil di Gampong Paloh Punti, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, dengan merek kendaraan yang diamankan antara lain Kawasaki Ninja Serpico, Honda X-ADV 750 cc, BMW GS 1200, dan Lambretta X300SR.
Selain itu, sebanyak 143.588 batang rokok ilegal dari berbagai merek berhasil disita dari peredaran. Dalam penindakan lainnya, Bea Cukai juga berhasil mengungkap sebelas kasus narkotika dengan total barang bukti mencapai 1.124.520,77 gram, yang terdiri atas 660.830,77 gram sabu (methamphetamine) dan 463.690 gram ganja.
Sebagian besar kasus sabu terungkap di wilayah Kota Lhokseumawe, Bireuen, dan Aceh Utara. Sementara peredaran ganja didominasi oleh wilayah Aceh Utara dan Bener Meriah, yang mengindikasikan pola distribusi dari kawasan tengah ke pantai utara Aceh.
“Penindakan kami lakukan berdasarkan hasil intelijen yang matang dan kerja sama lintas instansi. Ini adalah bukti bahwa upaya pengamanan wilayah dari peredaran narkotika dilakukan secara serius dan terukur,” kata Agus.
Dari seluruh operasi tersebut, potensi kerugian negara yang berhasil dicegah dari sektor kepabeanan dan cukai diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Selain itu, dengan berhasilnya penindakan narkotika, negara juga menghindari potensi biaya rehabilitasi sebesar Rp 3,95 triliun.
Untuk pelaku pelanggaran kepabeanan, Bea Cukai menerapkan Pasal 102 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Sedangkan untuk pelanggaran di bidang cukai, digunakan Pasal 54 dan 56 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
“Kami terus memperkuat koordinasi dengan aparat keamanan dan membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk melaporkan aktivitas ilegal. Laporan akan kami tindak lanjuti secara profesional tanpa pungutan biaya apa pun,” kata Agus.