WASHINGTON--Dulu ia menjadi suara kaum moderat di kalangan Muslim AS. Kini imam muda, itu berbalik mengutuk AS sebagai "Bangsa Setan". Bersembunyi di Yaman dan mendapat stempel 'mati' dari CIA, ia terus berupaya menginspirasi umat Muslim lain untuk terjun dalam jihad. Salah satu yang dipengaruhi adalah Faisal Shahzad, pria pakistan pelaku percobaan pengeboman di Time Square, New York.
Seminggu setelah serangan 11 September, imam muda berusia 30 tahun, Anwar AL Awlaki, pemimpin masjid di luar kota Washington itu berubah menjadi 'jurubicara' Muslim. Ia mulai kerap berbiacar kepada para wartawan yang berburu berita dan menjelaskan bagaimana Islam sesungguhnya.
Ia mengutuk pembunuhan massal, mengundang kru televisi untuk berkeliling bersamanya dan bahkan dengan sabar menjelaskan makna ibadah dalam Islam. "Kami datang kemari untuk membangun, bukan untuk menghancurkan," ujar Anwar dalam sebuah kotbah. "Kami adalah jembatan antara Amerika dan 1 milyar lebih Muslim di penjuru dunia."
Terlihat masuk akal dan dapat diterima bagi non-Muslim saat itu, melihat latar belakang pendidikan tinggi dan kefasihan berbahasa Inggris dan Arab, bahwa Anwar dapat benar-benar menjadi 'jembatan' yang dimaksud.
Bermacam CD berisi materi kuliah tentang Rasul Muhammad tersebar di rumah-rumah pelajar Muslim yang lahir di AS. Ia pun memiliki selera humor cerdas dan hobi berat memancing. Bahkan ia cukup piawai dalam skema investasi yang membuat ia cepat kaya, juga memasukkan referensi "Joe Sixpack" dalam sebuah kotbahnya yang selalu dipenuhi pengunujung. Seminggu sebelum serangan ia sempat memberikan kotbah di US Capitol.
Namun, sembilan tahun kemudian, tiba-tiba ia telah keluar dari persembunyiannya di Yaman. Anwar mendeklarasikan perang terhadap Amerika Serikat.
"Amerika sepenuhnya telah berubah menjadi bangsa kejahatan," ujarnya dalam sebuah pernyataan yang diposting pada sebuah situs online--oleh CIA diidentikan milik jaringan ekstrimis--pada Maret. Terlepas ia telah menghabiskan 21 tahun dalam 39 tahun hidupnya di AS, ia tetap berkata, "Saya akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa jihad menentang AS mengikat diri saya, seperti juga mengikat setiap Muslim lain yang mampu."
Campuran antara tulisan dan kotbahnya membujuk pemuda Muslim dalam lusinan plot terorisme. Faisal Shahzad, yang didakwa melakukan percobaan pengeboman pada 1 Mei di Time Square, menuturkan pada tim investigasi bahwa profil Anwar yang mendorong jihad sebagai kewajiban agama menginsipirasinya beraksi, meski Faisal hanya bersua lewat internet.
Hingga kini, keprihatinan AS terhadap ketertarikan Muslim Barat untuk melakukan aksi kekerasan adalah pada satu-satunya figur utama, Anwar, yang kian memberdayakan internet bagi tujuan Al Qaidah. Kesulitan terbesar petugas antiterorisme yakni kekuatan daya tariknya terhadap Muslim lain yang mampu membujuk mereka mengikuti gagasannya.
"Ia memiliki karakter magnetis," ujar veteran di Pusat Antiterorisme CIA, Philip Mudd. "Ia seorang orator ulung dalam pegerakan revolusioner."
Meyakini bahwa ia ancaman laten, tahun ini, pemerintah AS menempatkan Anwar sebagai warga negara AS di urutan pertama dalam daftar teroris yang disetujui untuk dibunuh. Label yang justru hanya membuat statusnya kian dikagumi oleh pengikutnya, salah satunya Shahidur Rahman, 27 tahun, Muslim Inggris keturunan Bangladesh yang belajar pada Anwar di London pada 2003.
Menurut Rahman, ulama lain tidak pernah secara jelas menyatakan apakah kekerasan terorisme dapat diterima ole Islam. Namun, tujuh tahun lalu ia mengaku pemahamannya lebih gamblang setelah bertemu dengan Anwar Al Awlaki. "Ia mengatakan bunuh diri dilarang dalam Islam," ujar Rahman dalam sebuah wawancara. "Namun pengorbanan diri itu berbeda."
Satu versi lagi lebih kontras muncul dari kisah Anwar sendiri, meski tidak pernah dikonfirmasi resmi oleh Komisi 11 September. Ia mengaku sebagai agen rahasia Al Qaidah bahkan sebelum serangan terjadi. Sejak saat itu semua berubah, Anwar mulai berhenti menyembunyikan pandangan sejatinya.
Berbagai kisah yang datang dari jamaah pengunjung masjidnya dan juga wawancara dengan beberapa orang yang mengenalnya sangat kompleks dan beragam. Kadang ia menampilkan produk konservatif ala Yaman, enggan berjabat tangan dengan wanita, namun juga kebebasan Amerika, tak menolak prostitusi.
Ia pertama kali terlibat jihad ketika masih remaja, namun penyebabnya saat itu adalah kekalahan tentara Soviet di Afghanistan. Setelah berkunjung ke tanah kaum mujahidin, ia pulang kembali ke AS dengan topi khas Afghan dan memakainya di kampur Colorado State, di mana ia belajar teknik.
Kemudian ia terlihat menampilkan berbagai kepribadian, menjadi wakit dari Islam tolerant di acara multikultural AS, aktivis yang berbicara tentang hak-hak konsitusional Muslim bahkan mengutip Malcolm X dan H. Rap Brown. Ia sempat pula mengungkap teori konspirasi yang dan membantah peran Muslim dalam serangan 11 September.
Namun, setelah pemerintah Yaman, di bawah tekanan AS, memenjarakan ia pada 2006 dan 2007 selama 18 bulan, Anwar semakin kian mengeras. Ia berubah sepenuhnya menjadi penganut paham jihad, mengutuk non-Muslim dan menyoraki setiap aksi kekerasan berdarah.
Pesan-pesannya pun tak bisa dibedakan dari milik Usamah bin Ladin, kecuali aksen Inggrisnya yang bagus dan kedekatannya dengan budaya Inggris dan AS. Kelebihan itu membuat ia--seperti anggapan CIA--lebih berbahaya, demikian menurut seorang pejabat antiterorisme, CIA.
Pada Maret lalu, ketika ia mengatakan AS sebagai 'bangsa kejahatan ia juga mengucapkan kalimat lain yang cukup diingat. "Jihad, menjadi seperti pai apel bagi Amerika dan bagai teh sore hari untuk Inggris."