REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dana aspirasi sebesar Rp 15 miliar bagi setiap anggota DPR per tahun yang diusulkan Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) di DPR, tidak memiliki dasar konstitusi yang kuat. DPR tidak mempunyai fungi dan tugas untuk mengalokasikan dana ke daerah.
''Mereka hanya menyetujui saja, tidak boleh menentukan atau mengajukan,'' ujar pengamat politik, Ray Rangkuti, ketika dihubungi Republika, Ahad (06/06).
Menurutnya, pengajuan proposal ke pemerintah hanya berlaku dalam tataran legislasi. Fraksi Partai Golkar mengusulkan dana aspirasi itu diberikan kepada daerah asal pemilihan anggota DPR. Golkar meniru praktik serupa yang sudah diberlakukan di sejumlah negara, salah satunya di Filipina.
Ray mempertanyakan tentang daerah yang dimaksud DPR berhak mendapatkan sejumlah uang itu. Karena konsep daerah pemilihan dengan daerah yang sudah diatur dalam struktur pemerintahan berbeda.
Selain itu, bentuk alokasi dana itu juga dinilai janggal. Bahkan cenderung merusak sistem administrasi keuangan negara. ''Pembangunan melalui APBN dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) semua jelas penggunaannya. Dana Rp 15 miliar itu mau dikasih ke mana? Politik anggaran bisa kacau,'' kritik Ray.