REPUBLIKA.CO.ID, KABUL--Strategi Abang Sam dan NATO terhadap Perang Afghansitan tidak berpengaruh dengan pencopotan komandan tertinggi militer di sana. Presiden Barrack Obama, Kamis, (24/6) mengatakan di Afghan ada "pergantian dalam personel namun tidak dalam kebijakan,"
Jenderal Stanley McChrystal dipaksa mundur menyusul kritikan kepada komentar McChrystal atas pejabat pemerintahan senior. Pejabat Afghan juga mengatakan mereka akan segera menyambut kerjasama dengan komandan baru, Jenderal David Petraeus.
Namun, Taliban juga bersumpah menyatakan pemberontakan akan terus berlanjut. Untuk sementara, Letnan Jenderal Nick Parker dari Inggris akan menjadi pemegang komando sementara pasukan NATO di Afghanistan hingga pengutusan Jendral Petraeus disetujui oleh Kongres AS.
Petraeus adalah arsitek dibalik pegerakan pasukan koalisi di Irak. Namun, di saat ia akan ditugaskan, Petraeus juga menghadapi tantangan prespektif baru saat ini, di mana laporan yang masuk ke markas AS mencatat, Juni adalah bulan paling mematikan bagi pasukan koalisi di perang Afghanistan.
Coin dan Sumpah Taliban
Berbagai kekuatan Barat yang terlibat di pertempuran melawan Talibn di Afghanistan bersikeras bahwa strategi yang diterapkan dalam perang tak perlu diubah. Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, mengatakan meski Jenderal McChrystal tidak lagi memegang komando pasukan multinasional di Afghanistan, "pendekatan yang digunakan dalam perang tetaplah sama". "Strategi itu tetap mendapat dukungan NATO dan pasukan kami akan meneruskan misi berdasarkan itu," ujar Anders dalam sebuah pernyataan.
Strategi yang diterapkan NATO dalam perang Afghanistan lazim disebut "Coin" atau Counter Insurgency (Tumpas Pemberontakan). Dalam strategi ini, pasukan NATO fokus pada pembasmian Taliban--yang mereka anggap teroris dan pemberontak terhadap pemerintahan resmi Afghanistan yang dipimpin Hamid Karzai--dengan cara menyerang ke pusat atau lokasi yang diyakini sebagai sarang teroris. Pasukan diharuskan sebisa mungkin menghindari korban sipil.
Cara ini digunakan sebab AS--menurut Jenderal McChrystal ketika masih menjabat--tak ingin mengulang kesalahan Uni Sovyet yang membunuh 1 juta rakyat Afghan namun tetap saja kalah. Untuk itu, selain menyerang teroris, mereka juga mencoba merebut hati rakyat dengan membangun sejumlah fasilitas, seperti rumah sakit, sekolah dan gedung-gedung layanan publik yang diperlukan.
Namun, strategi itu mendapat reaksi kontra dari dua pihak, baik Washington terutama Kongres AS maupun tentara yang tergabung dalam pasukan koalisi. Fakta yang terjadi, korban sipil semakin berjatuhan, begitu pula korban dari pihak NATO. Padahal, dengan strategi Coin, tentara harus semaksimal mungkin tak melukai rakyat sipil berdasar motto "membunuh satu korban tak berdosa sama dengan menambah sepuluh musuh,".
Kongres AS menyerang kebijakan itu karena dana yang digelontorkan untuk proyek "menarik hati rakyat" sangatlah besar. Sementara partner mereka di Afghanistan, yakni pemerintahan yang dipimpin Hamid Karzai, dianggap tak kredibel karena korup.
Sedangkan bagi tentara, strategi Coin dikritik karena mengharuskan mereka "menahan diri" ketimbang "melindungi diri". Instruksi yang melarang mereka tidak mengintimidasi orang tak bersenjata tak bisa diterima tentara. Pasalnya, sejumlah pelaku pengebom bunuh diri yang banyak menewaskan tentara NATO, kerap tampak seperti rakyat biasa yang tak berdaya.
Dari kubu Taliban, menanggapi pernyataan NATO, mereka menyatakan tidak gentar. Jurubicara Taliban, Yousuf Ahmadi, mengatakan, pasukan pun tak akan mengubah strategi perlawanan pemberontakan dan serangan gerilya selama ini. "Kami tidak peduli apakah itu McChrystal atau Petraeus. Posisi kami jelas, kami akan berjuang melawan kekuatan penjajah hingga mereka hengkang," ujarnya.