Kamis 15 Jul 2010 03:51 WIB

DPR Tolak Pembentukan BP Migas Aceh

Rep: cep/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--DPR menolak tentang wacana pembentukan BP Migas Aceh. Anggota Komisi VII DPR, Satya W. Yudha menyatakan DPR hanya mendukung adanya kantor-kantor perwakilan BP Migas seperti yang sudah dilaksanakan di Surabaya, Pekan Baru dan juga Aceh untuk efektifitas rentang kerja BP Migas. ''Tapi kita akan menolak dibentuknya BP Migas tandingan di Aceh,'' kata Satya kepada Republika, Rabu (14/7).

Dalam pandangan Satya, pembentukan BP Migas Aceh bertentangan dengan UU Migas tahun 2001. ''Dalam UU Migas 2001 disebutkan bahwa dalam sektor migas diatur sepenuhnya oleh pemerintah pusat dan tidak ada kewenangan sedikit pun di daerah,'' kata Satya.

Hal ini lanjut Satya mengingat produksi migas merupakan penyangga APBN kita selama ini.''Pemerintah harus tegas dalam masalah ini,'' kata Satya. Satya menegaskan bahwa otonomi yang diberikan di Aceh tidak meliputi masalah keuangan negara, hubungan luar negeri, pertahanan dan juga sektor migas. ''Mengawinkan UU Migas dengan UU Aceh bukan domain pemerintah, maka kami berpegang pada UU yang saat ini mengatur BP Migas yaitu UU Migas 2001,'' tandas Satya.

Namun pendapat berbeda datang dari pengamat perminyakan. Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto menyatakan pembentukan BP Migas Aceh tidak bertentangan dengan UU Migas. Bahkan Pri menyarankan agar BP Migas Aceh terbentuk tetapi terintegrasi dengan pusat.

''Kalau mengacu pasal 160 ayat 1 dan 2 UU Pemerintahan Aceh No 11 tahun 2006 di mana kewenangan pengelolaan migas Aceh itu adalah bersama, itu sebaiknya terintegrasi,''kata Pri kepada Republika, Rabu (14/7). Namun BP Migas Aceh ini kata dia dibentuk dengan personel baru gabungan yang dipimpin oleh orang yang dikehendaki rakyat atau Pemerintah Aceh. ''Jika terpisah, bukan hanya koordinasinya yang sulit tapi juga masalah adminsitrasinya, anggaran dan konsekuensi fiskalnya jadi lebih rumit,'' katag Pri Agung.

Pri Agung menambahkan, pembentukan BP Migas Aceh berdasar pasal 160 ayat 2 UUPA itu juga optional, yakni tidak harus. ''Ini juga bukan BP migas tandingan, tapi berdasar UUPA tersebut dapat dibentuk bersama dengan pusat,'' kata Pri Agung. ''Jadi menurut saya tidak bertentangan dengan UU Migas, apalagi jika diintegrasikan,'' kembali Pri Agung menegaskan. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement