REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden SBY untuk melaksanakan amanat UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). UU MD3 mengamanatkan bahwa sebelum pembukaan tahun sidang DPR dan DPD, disampaikan pidato kenegaraan presiden dalam sidang bersama antara anggota DPR dan anggota DPD yang diatur secara bergantian.
Biasanya, DPD menggelar Sidang Paripurna Khusus setiap tanggal 23 Agustus yang dihadiri gubernur, bupati, walikota, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) se-Indonesia untuk mendengar pidato presiden tentang Pembangunan Daerah. Sebelumnya, setiap tanggal 16 Agustus DPR menggelar Rapat Paripurna DPR untuk mendengar pidato presiden dan nota keuangan.
Menyongsong tanggal 16 Agustus nanti, Panitia Musyawarah DPD mengadakan rapat di lantai 8 Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/7), yang membahas berbagai persiapan dan antisipasi persoalan mengingat kegiatan ini baru, baik untuk DPR maupun DPD.
Rapat menghasilkan Tim Kerja Persiapan Sidang Bersama DPR dan DPD yang diketuai I Wayan Sudirta (anggota DPD asal Bali) yang anggota-anggota tetapnya Wahidin Ismail (Papua Barat), Dani Anwar (DKI Jakarta), John Pieris (Maluku), Bambang Susilo (Kalimantan Timur), dan Muhammad Syukur (Jambi).
Anggota-anggota tidak tetapnya ialah ketua-ketua Komite I DPD, Komite II DPD, Komite III DPD, dan Komite IV DPD sebagai alat kelengkapan DPD yang bergumul dengan politik pembangunan dan berbagai persoalan masyarakat.
Tim Kerja ini bertugas untuk menganalisis aspek hukum, menyiapkan materi politik kelembagaan DPD untuk menggelar sidang bersama antara anggota DPR dan anggota DPD, memantau ritme politik publik dan media massa guna mengembangkan kebijakan lanjutannya, serta melakukan supervisi terhadap persiapan teknis yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal DPD.
''DPD mempersiapkan diri, karena sidang bersama ini hanya salah satu benchmarking mekanisme kerja hubungan DPR dan DPD yang banyak diatur dalam UU MD3. Jadi, kegiatan ini salah satu ukuran bagi kita untuk membangun sistem parlemen yang baik bagi kepentingan rakyat dan negara,'' ujar Wayan kepada wartawan di Pressroom DPD Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (22/7).
Menurut Wayan, kini saatnya UU MD3 diuji dengan mekanisme kerja antara DPR dan DPD, agar dihasilkan produk-produk legislasi yang bermutu sekaligus meningkatkan kinerja keparlemenan.
Sebagai kelanjutan rapat, Ketua DPD Irman Gusman menyurati Presiden SBY yang ditembuskan kepada pimpinan DPR tanggal 20 Juli 2010 dan menyurati pimpinan DPR yang ditembuskan kepada Presiden SBY tanggal 25 Maret 2010 dan 20 Juli 2010. Melalui surat itu, Ketua DPD memberitahu Presiden SBY dan pimpinan DPR tentang rencana tersebut. “Jika sidang paripurna bersama itu tidak dilaksanakan, maka anggota DPR dan anggota DPD berpotensi melanggar UU MD3 yang dampaknya dapat menimbulkan resistensi dan gejolak sosial politik,” demikian sebagian isi surat Ketua DPD.
Wayan menambahkan, DPD akan bekerja keras untuk melaksanakan UU MD3 tersebut. DPD berharap ada komitmen politik DPR dan presiden agar konsisten melaksanakan kewajibannya berdasarkan undang-undang. DPD berusaha agar di mata publik lembaga parlemen semakin dipercaya.
Jangan sampai, kata Wayan, publik menuding DPD jika sidang bersama antara anggota DPR dan anggota DPD tidak dilaksanakan sebagaimana bunyi Pasal 268 dan Pasal 199, sehingga potensi tuduhan pelanggaran UU akan ditujukan kepada tidak saja DPD tetapi juga DPR dan akhirnya mengait kepada presiden. ''Oleh karena itu, DPD berusaha menutup kemungkinan tuduhan itu agar tidak terjadi,'' tegasnya.