REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR mengusulkan adanya remunerasi untuk anggota DPR yang memiliki kinerja baik berdasarkan kehadiran di rapat.
"Fenomena rendahnya kehadiran, biasanya terjadi setelah tahun ke-4 karena kesibukan menjelang pemilu. Namun sekarang belum genap satu tahun sudah sangat menurun kinerjanya," kata Wakil Sekretaris Fraksi PPP Romahurmuziy atau Romy di Gedung DPR di Senayan Jakarta, Kamis.
Karena itu, untuk memperbaiki tingkat kehadiran, Fraksi PPP mengusulkan agar tingkat kehadiran anggota dewan dikaitkan langsung dengan remunerasi yang diterima.
"Sekarang, datang atau nggak, sama saja terima remunerasinya. Oleh karena itu, terhadap rapat yang anggota tidak merasa terlalu berkepentingan, mereka cenderung tidak memberi perhatian atau malah tidak hadir karena ketidakhadiran tidak mengganggu remunerasi mereka," kata Romi.
Dia mengatakan, remunerasi anggota dengan jumlah yang sama seperti sekarang (tidak naik), sebaiknya dibagi ke dalam dua bagian, yakni uang kehormatan tetap, sebagai status anggota pejabat publik dan uang kehadiran, yang terbagi ke dalam banyaknya jumlah frekuensi satuan rapat.
"Jadi, anggota DPR menerima total remunerasi sesuai dengan kehadirannya. Jika dia hadir penuh, dia akan menerima sesuai yang diterimanya sekarang. Jika dia tidak hadir sama sekali, dia hanya menerima uang kehormatan," ujar Wakil Sekjen PPP itu. Untuk mendapatkan remunerasi itu, kata dia, harus dilakukan pengetatan terkait absensi yang dilakukan sebanyak dua kali, di awal rapat untuk kuorum kehadiran dan di akhir rapat untuk keabsahan kehadiran sekaligus pengkaitan dengan remunerasi.
"Dengan pengkaitan ini, komisi dan alat kelengkapan dewan lainnya pun akan terangsang untuk melakukan rapat secara teratur. Ini untuk mencegah adanya alat kelengkapan dewan yang cenderung mengosongkan jadwal rapat pada minggu pertama setelah reses," ujar dia.
Sementara itu, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengatakan, usulan pemberian remunerasi untuk anggota DPR RI terlalu mengada-ada, apalagi dikaitkan dengan masalah kehadiran anggota DPR. "Saya tidak melihat ini sebagai gejala kemalasan. Ini efek dari dua hal, yaitu volume pekerjaan dewan yang terlalu banyak dan mekanisme internal dewan yang sebagian memang tidak efesien," kata Anis.
Setiap anggota menyadari makna pertanggungjawaban publik yang telah memilih wakilnya. "Tapi volume pekerjaan dan mekanisme internal memang harus dievaluasi. PKS melalui fraksi mengontrol ketat masalah kehadiran ini dan memberikan sanksi untuk kelalaian seperti ini," ujar Wakil Ketua DPR itu.