REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Undang Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakat (ormas) sudah tidak mampu lagi menjawab perkembangan dinamika ormas saat ini. Oleh karena itu perlu segera dilakukan revisi.
''Peraturan itu belum bisa mengikuti perkembangan kebutuhan dan tuntutan zaman yang pesat ini,'' ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Saut Situmorang, di Jambi, Senin (2/8).
Dalam revisi UU itu diharapkan peraturan ormas lebih jelas dan tegas terkait hak dan kewajiban, termasuk sanksinya. Mekanisme pembinaan dan pengawasan juga turut diatur. Salah satu contoh permasalahan yang sering dihadapi Kemendagri, sehingga perlu dilakukan revisi adalah soal ormas yang tidak terdaftar.
''Kalau dari hasil pemantauan kita menemukan ada yang tidak terdaftar, apa yang kita lakukan? Ini belum diatur,'' ujar Saut tanpa merinci jumlah ormas yang tidak tedaftar itu.
Selain itu dalam hal penindakan terhadap ormas nakal, instrumen yang digunakan pun cenderung dinilai terlalu panjang. Sebuah ormas yang melakukan kegiatan menyalahi Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) milik mereka sendiri, maka sanksi pertama adalah teguran dan diberi kesempatan 30 hari untuk memperbaiki.
Jika perbuatan itu terulang, sanksi masih berupa teguran. Baru setelah itu dimintai pertimbangan Mahkamah Agung (MA), sampai pada pembekuan kepengurusan.