Sabtu 04 Sep 2010 06:20 WIB

Wah...Presiden Juga Pertimbangkan Pemindahan Ibu Kota

Rep: M Ikhsan S/ Red: Arif Supriyono
Monumen Nasional di Jakarta
Foto: wordpress.com
Monumen Nasional di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku ikut memikirkan solusi kemacetan di Jakarta, salah satunya adalah rencana pemindahan ibu kota. Presiden meminta rencana itu dikaji. Kalaupun ada rencana pemindahan ibu kota, maka perlu menggunakan sumber daya lokal supaya bisa menggerakkan ekonomi.

"Saya sudah berpikir diam-diam, meskipun tidak setiap saat berbicara di hadapan pers. Karena ini fundamental, itu diperlukan kesepakatan bersama, baik itu pemerintah, parlemen, dan semua kalangan masyarakat," kata presiden dalam buka puasa bersama jajaran Kamar Dagang Industri (Kadin), Jumat (3/9), di Jakarta. Menurut Presiden, kemacetan Jakarta itu bisa dijelaskan, yakni tidak seimbang antara pertumbuhan kendaraan dengan jalan.

"Ada persoalan yang fundamental di Jakarta ini, solusinya kita tidak boleh meratap, melihat masalah kemudian tak melakukan apa-apa. Kita harus melakukan sesuatu," kata presiden. SBY  memberikan tiga opsi, yakni membenahi transportasi Jakarta, memindahkan pusat pemerintahan, dan memindahkan ibu kota.

Opsi pertama, kata Presiden, membenahi Jakarta dengan membangun segala prasarana dan sarana transportasi yang baru, baik di permukaan, di bawah permukaan, dan di atas permukaan. Semua problematik, tuturnya, kalau solusinya mempertahankan Jakarta --baik sebagai ibu kota sekaligus pusat pemerintahan-- maka solusinya adalah mengatasi kemacetan Jakarta.

Opsi kedua, lanjut presiden, adalah membandingkan dengan apa yang dilakukan Malaysia. Ibu kota Malasyia tetap di Kuala Lumpur tapi pusat pemerintahan di Putrajaya. "Putrajaya menghabiskan uang sekitar Rp 80 triliun, kalau kita ingin bangun seperti itu dengan cakupan yang lebih luas, mungkin lebih," ujar SBY.

Opsi ketiga, kata SBY, sama sekali membangun ibu kota yang baru, seperti Canberra, Brasilia, Ankara, dan tempat-tempat yang lain. Ia mengakui tiga-tiganya ada plus dan minus, tapi harus diputuskan. Kalau diputuskan sekarang ini, ungkapnya, misalnya opsi kedua dan ketiga --membangun pusat pemerintahan baru-- maka sepuluh tahun dari sekarang baru bisa dilakukan berdirinya pusat pemerintahan.

Presiden menambahkan, ketiga opsi itu terbuka. "Kalau kita bicara opsi dua misalnya, biarkan Jakarta diploklamirkan kita pertahankan sebagai ibu kota ekonomi, perdagangan, dan semua kita bangun tempat yang baru sebagai pusat pemerintahan. Nah kalau kita membangun baru tentu direncanakan dan didesain dengan baik," paparnya.

Presiden mengatakan, butuh waktu 5-7 tahun untuk membangun pusat pemerintahan. Dananya bisa dari APBN sebagian dan sebagian kemitraan pemerintah dengan publik, serta mungkin bisa melepas aset pemerintah yang ada di Jakarta. SBY mengatakan akan mendengar masukan dan rekomendasi dari semua pihak.

Presiden mengatakan, di balik opsi-opsi itu ada peluang bisnis besar. "Saya berandai-andai kalau itu dibangun tentu 90 persen dilakukan oleh pengusaha dalam negeri," ujarnya disambut tepuk tangan para pengusaha Kadin. Presiden mencontohkan, material yang diimpor dibatasi tidak lebih 10 persen, selebihnya dari dalam negeri.

"Saya mendengar sebulan ini silang pendapat entah ke mana kita. Ke mananya nanti, yang penting konsepnya benar, idenya benar, desainnya benar, kita sepakat bahwa apa yang kita lakukan, solusi untuk Jakarta ke depan. Silakan bicara baik-baik, saya tunggu insya-Allah pilihan kita solusi untuk jangka panjang, untuk anak cucu kita, generasi mendatang," kata SBY.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement