REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Ketua DPR Marzuki Ali pada ulang tahun ke-65 DPR, 30 Agustus 2010 lalu menyatakan bahwa pembahasan rancangan undang-undang tahun ini memprioritasakan UU kesejahteraan rakyat. Namun sikap tersebut tidak terlihat pada proses pembahasan RUU Pembantu Rumah Tangga (PRT).
''Sementara ini political will pemerintah terhadap pembahasan RUU PRT tidak ada,'' tutur Koordinator Jaringan Nasional Advokasi (JALA) Pekerja Rumah Tangga, Lita Anggraini kepada Republika, Senin (20/9).
Lita memaparkan putusan rapat komisi IX pada 13 Agustus 2010 lalu menyatakan bahwa RUU PRT akan dibahas.''Tapi hingga kini tidak terjadi pembahasan. Padahal panitia kerja sudah terbentuk,'' tutur dia.
Di sisi lain Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga tidak aktif mendorong.''Mereka bukan pasif menunggu tapi justru melakukan usaha penggebosan,'' tutur Lita. ''Ini mengkhawatirkan karena akan menimbulkan pengangguran.''
Hingga bulan kesembilan ini, tambah Lita, sosialisasi terhadap RUU PRT juga tidak dilakukan. Apa yang diucapkan pihak legislatif dan eksekutif dinilai sebagai lip service saja alias hanya omong saja.
Selain itu jika RUU PRT tidak juga mulai dibahas akan berdampak pada pembahasan revisi UU No 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.