REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu segera mengambil tindakan atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan gugatan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis, menyikapi keputusan MK mengenai legalitas jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji.
Taufik juga berharap agar presiden segera menetapkan pelaksana tugas Jaksa Agung untuk menghindari kevakuman dalam institusi itu.
"Presiden harus segera memutuskan dengan menetapkan siapa pelaksana pengganti tugas itu (Jaksa Agung), atau mungkin bisa langsung menunjuk siapa yang pantas untuk mengganti, agar tidak terjadi kevakuman," katanya. Dia juga mengusulkan, agar tidak menimbulkan polemik, ada baiknya Ketua Mahkamah Konstitusi dan Presiden melakukan komunikasi untuk mencari solusi terbaik atas keputusan itu.
"Saya usulkan agar terjadi pembicaraan tingkat tinggi antara MK dengan Presiden, yang intinya adalah diskusi untuk mencari solusi yang terbaik atas ini semua. Sehingga tidak terjadi banyak opini yang berkembang, perlu ada keselarasan," kata Taufik.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis, juga menegaskan bahwa putusan tersebut sudah tidak perlu diperdebatkan lagi sebab MK merupakan garda terakhir dari konstitusi di negara Indonesia.
"Kalau MK sudah mengatakan itu, semua lembaga negara termasuk Presiden harus taat dan patuh melaksanakannya. Harusnya Presiden segera bisa hari ini mengeluarkan surat pemberhentian Jaksa Agung, karena umurnya tidak lagi memenuhi aturan, yaitu 62 tahun," ujarnya.
Menurut dia, jika hal tersebut diperdebatkan kembali, justru menunjukkan ketidakpahaman dan ketidakpatuhan terhadap lembaga konstitusi. Jika presiden tidak dengan segera menunjukkan Jaksa Agung, maka akan menimbulkan kerancuan, sebab terjadi kekosongan posisi tertinggi di institusi Kejaksaan.
"Sebaiknya Presiden segera mengganti atau menunjuk pengganti jaksa agung secara resmi setelah putusan MK menyatakan berakhirnya masa aktif Hendarman Supandji. Karena hal ini hak prerogatif Presiden. Jika Presiden mau hari inipun bisa mengangkat jaksa agung yang baru," katanya.
Kejadian itu, kata Pramono, menunjukkan adanya kelemahan administrasi hukum dan ketatanegaraan di tubuh pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan pembenahan administrasi di bidang hukum dan ketatanegaraan. "Ini baru pertama kali terjadi, ini jadi pengalaman yang berharga. Seharusnya pemerintah tertib di bidang administrasi, tertib administrasi di bidang ketatanegaraan," kata Pramono.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo menyatakan bahwa argumentasi hukum tata negara MK tentang pejabat Jaksa Agung dan posisi Hendarman Supandji bisa diterima dan sudah benar. "Jaksa Agung dipilih dan diangkat oleh presiden berdasarkan hak prerogatif. Jadi, periodisasi jabatan itu melekat pada rentang waktu jabatan presiden," ujarnya.
Menurut dia, legalitas Hendarman sebagai Jaksa Agung bermasalah akibat kelemahan dan keteledoran Sekretariat Negara. Semestinya pada Oktober 2009 atau sesudahnya, Mensesneg langsung menyiapkan konsep surat pengangkatan Hendarman, setelah mengetahui bahwa presiden masih mempercayakan posisi Jaksa Agung pada yang bersangkutan. "Bahkan, surat pengangkatan itu seharusnya ditandatangani presiden bersama dengan para menteri KIB II," ungkap Bambang.