REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktur Reform Isntitue, Yudi Latief, menilai Kejaksaan Agung sedang bermain akrobat soal ditariknya pernyataan deponering kasus Bibit-Chandra. Ini mencerminkan adanya permainan di luar jalur hukum.
"Semacam akrobat, ada sesuatu yang disembunyikan, ada permainan-permainan lain," ujar Yudi seusai menjadi pembicara di kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, di Jakarta, Selasa (26/10).
Ada tarik ulur dalam kasus Bibit-Chandra ini. Presiden sudah meminta ditutup tetapi kemudian dibuka kembali. "Negara hukum ini berjalan dari suatu prinsip yang goyah," kritik Yudi.
Seharusnya hukum tidak bisa ditekuk-tekuk, akan tetapi hal itu terjadi dalam kasus Bibit-Chandra. Saat ini tidak ada satu kekuatan yang mempu mengontrol kasus itu dan mengembalikannya ke jalur yang benar. Sehingga mudah untuk dipermainkan, yang pada akhirnya menghasilkan ketidakpastian otoritas. "Ini suatu kecelakaan yang luar biasa ketika suatu kekuasaan dan masyarakat pun tidak mampu mengontrol kasus ini," kecam Yudi.
Tanpa adanya kepastian itu, kejaksaan seakan ragu untuk mengambil keputusan, karena selalu saja ada intervensi. Menurutnya, untuk bisa menyelesaikan ketidakpastian itu, presiden sebagai kepala negara harusnya menjadi institusi terakhir. Akan tetapi, dengan masih tarik ulurnya kasus itu, hal ini menunjukan adanya sikap keraguan dari presiden itu sendiri.