REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua DPR RI Anis Matta menyatakan dirinya telah memberi izin kepada anggota Komisi XI dan anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke luar negeri untuk percepatan pembahasan tiga RUU.
"Saya sudah memberikan izin kepada angggota Komisi XI dan anggota BAKN untuk melakukan kunjungan kerja ke luar negeri pada masa reses ini," kata Anis Matta di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (1/11).
Anas menjelaskan, pimpinan Komisi XI dan pimpinan BAKN sudah mengajukan permohonan untuk melakukan kunjungan kerja ke luar negeri dan dirinya sudah memberikan izin. Menurut dia, kunjungan kerja ke luar negeri tersebut guna mencari masukan dalam pembahasan tiga RUU, yakni RUU Transfer Dana, RUU Akuntan Publik, dan RUU Mata Uang.
"Ketiga RUU ini diupayakan agar bisa selesai pada akhir Desember 2010 sesuai dengan target Prolegnas 2010," ujar Anis.
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera ini menambahkan, dirinya terus memantau perkembangan pembahasan ketiga RUU tersebut setiap hari. Menurut dia, RUU Transfer Dana dan RUU Akuntan Publik saat ini sudah hampir selesai yakni sudah memasuki sinkronisasi, sedangkan RUU Mata Uang pembahasannya akan lebih diintensifkan sehingga diharapkan bisa segera selesai pula.
Kunjungan kerja anggota Komisi XI dan anggota BAKN DPR keluar negeri, menurut dia, pada masa reses ini yakni hingga 21 Nopember 2010. Karena itu masa sidang berikutnya yakni mulai 22 Nopember hingga akhir Desember 2010, menurut Anis, seluruh waktu yang akan dimanfaatkan secara efektif untuk pembahasan RUU. "Apalagi, pembahasan anggaran sudah selesai," katanya.
Menurut Anis, selain pembahasan tiga RUU, komisi dan badan yang berada di bawah koordinasinya juga membahas empat RUU akumulatif terbuka dan keempat RUU tersebut sudah selesai. Anggota Komisi XI DPR RI, Arif Budimanta mengatakan, anggota Komisi XI DPR RI akan melakukan kunjungan kerja ke empat negara yakni Inggris, Jerman, Korea, dan Jepang, pada awal Nopember terkait pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut dia, OJK ini wajib dimiliki negara yang memiliki banyak produk jasa keuangan sehingga bisa lebih efisien. "Lembaga OJKI ini sesuatu yang sangat baru bagi Indonesia. RUU OJK sudah mulai dibahas di DPR pada 1999 dan ditargetkan selesai Desember 2010," katanya.