REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR mendukung adanya audit investigatif dari BPK terhadap penggunaan anggaran DPR. Audit investigatif BPK khususnya terhadap penggunaan anggaran kunjungan kerja anggota dewan, dinilai BAKN, sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas anggaran keuangan negara.
"Saya akan dukung BPK melakukan audit investigatif sebagaimana desakan ICW," tegas anggota BAKN DPR, Mohamad Sohibul Iman, saat dihubungi Kamis (11/11).
Sohibul secara pribadi mempersilakan BPK mengaudit investigatif semua kunjungan kerja DPR baik ke luar negeri atau di dalam negeri. Anggota Fraksi PKS tersebut yakin, audit investigatif tersebut akan menjadi jawaban atas kecurigaan publik selama ini atas kunjungan kerja yang dilakukan anggota dewan.
Atas desakan ICW ini, lanjut Sohibul, dirinya akan mengusulkan hal ini untuk dibahas dalam rapat BAKN DPR. Sohibul mengusulkan berbagai kunjungan kerja anggota DPR ditiadakan. Kecuali kunjungan kerja terkait masalah atau isu spesifik yang tengah dibahas DPR.
Kunjungan kerja yang dilaksanakan anggota DPR selama ini, menurut Sohibul, lebih sekadar rutinitas, tidak efektif dan kehilangan relevansi. "Maksudnya, apakah semua orang yang ikut kunjungan kerja itu benar-benar bekerja," kata Sohibul.
BAKN sendiri adalah alat kelengkapan yang baru dibentuk pada DPR periode 2009-2014. Sesuai amanat Undang-undang No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) BAKN bertugas menganalisis hasil laporan pemeriksaan BPK. Namun, kata Sohibul, selama ini hasil analisis BAKN 'macet' di tingkat komisi.
"UU MD3 harus direvisi, jadi tanpa harus menunggu keputusan komisi, hasil analisis BAKN bisa dieksekusi," tambah Sohibul.
Seperti diberitakan sebelumnya, kontroversi kunjungan kerja DPR ke luar negeri berbuntut desakan audit investigastif BPK terhadap penggunaan anggaran DPR. "Perlu ada audit investigatif dari BPK terhadap pos belanja DPR," kata Koordinator Bidang Korupsi Politik, ICW, Ibrahim Fahmi Badoh, Rabu (10/11).
Menurut Fahmi, perjalanan dinas anggota DPR selalu menjadi temuan BPK dari tahun ke tahun. Namun, temuan ini kata Fahmi, tidak pernah ditindaklanjuti oleh internal DPR khususnya BAKN sebagai alat kelengkapan dewan yang menerima laporan BPK.
Fahmi misalnya, menaruh perhatian atas sistem plafon anggaran tiket pesawat untuk anggota DPR yang melakuka kunjungan ke luar negeri. Meski plafon tiap anggota DPR adalah tiket pesawat bisnis, namun banyak anggota DPR yang menggunakan tiket pesawat ekonomi. Fahmi yakin, selisih akibat pembelian tiket pesawat yang berbeda dengan plafon anggaran ini tidak dikembalikan ke Sekretariat Jenderal DPR.